Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengapa Varian India Bernama Delta? Akankah Endemi Tidak Pernah Ada?

4 Oktober 2021   05:12 Diperbarui: 4 Oktober 2021   05:17 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak muncul pada Desember 2019, virus dari kota Wuhan memiliki banyak nama yang bikin bingung. Awalnya dikenal sebagai virus Corona. Namun, Corona itu sendiri sudah ada sejak tahun 1964. Virus ini pertama kali ditemukan oleh seorang saintis bernama June Almeida

Baca juga: Mengenal June Almeida, Penemu Virus Corona yang Tidak Tamat SMA

Kemudian ia pun berganti nama. Sempat 2019-nCov alias Novel Coronavirus, lalu jadilah Covid-19 yang kita kenal sekarang. Kepanjangannya adalah Corona Virus Disease alias penyakit virus corona, dan 19 adalah tahun pertama kali ditemukan (2019).

Akan tetapi Covid-19 sendiri adalah nama yang diberikan WHO untuk menjelaskan adanya penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis baru ini. Sementara virus yang menyebabkan penyakit Covid-19 disebutkan sebaga SARS Cov-2.

SARS adalah kepanjangan dari Severe Acute Respiratory Syndrome. Virus yang telah ditemukan dan mewabah pada tahun 2003.

Pemberian nama virus diberikan oleh Komite Internasional Taksonomi Virus (ICTV). Penamaannya diberikan berdasarkan struktur genetik, agar pengembangan tes diagnostik, pembuatan vaksin dan obatan menjadi lebih mudah.

Sebelum Covid resmi menjadi Covid, sempat pula muncul beberapa nama tidak resmi. Di antaranya adalah Virus Corona Wuhan, Flu China, hingga yang paling sering didengungkan oleh Donald Trump, Virus China.

Jelas Trump lebih senang menggunakan nama virus China. Tersebab bukan rahasia lagi jika di masa pemerintahannya, China adalah musuh politik Amerika.

Namun, pemberian nama tersebut kemudian menimbulkan tindakan rasis. Beberapa saat yang lalu orang-orang Asia sering menjadi sasaran rasisme dan amukan sporadis gegara dianggap sebagai pembawa virus. Sesuatu yang dikenal dengan nama Sinophobia.

Baca juga: Indonesia Positif Corona, Waspadai Fenomena Sinophobia

WHO kemudian mengambil langkah cepat. Pemberian nama virus tidak boleh berhubungan dengan sesuatu yang bisa menimbulkan stigma. Baik terhadap negara, kota, atau kelompok tertentu.

Namun, Covid-19 ini bermutasi. Untungnya ada sistem penamaan yang dikembangkan ICTV, sehingga tidak terlalu sulit memberikannya nama.

Tapi, langkah ini tidak berjalan mulus. Tersebab masyarakat awam juga harus tahu tentang eksistensi kemunculan varian baru. Nama seperti B.1501, P2, 501Y, lebih mirip kode daripada nama.

Akhirnya, stigma pun kembali muncul. Ada empat virus corona yang dianggap menghwatirkan. Publik pun menamakan mereka (kembali) dengan varian Inggris, Afrika Selatan, Brazil, dan India.

Jalan tengah pun diambil. WHO dan ICTV pun menyetujui menggunakan nama yang mudah diingat, tapi tidak umum digunakan. Nama alfabet Yunani pun digunakan.

Sejauh ini sudah ada 12 nama yang digunakan, yakni; Alfa, Beta, Gamma, Delta, Epsilon, Zeta, Eta, Teta, Iota, Kappa, Lambda, dan terakhir Mu.

Urutan selanjutnya adalah Nu, Xi, Omikron, Pai, Ro, Sigma, Tau, Upsilon, Fi, Khi, Psi, dan Omega.

Proses pemberian nama ini tidak berlangsung begitu saja. Sebelumnya melibatkan para ahli dari berbagai bidang di seluruh dunia. Tercatat ahli linguistik, psikolog, ahli nomenklatur, peneliti, dan juga otoritas pemerintah.

Banyak ide yang muncul, namun semuanya ditolak. Seperti dewa-dewi Yunani, ditolak karena sudah banyak digunakan sebagai merek dagang. Nama penemu varian juga pernah diusulkan, tapi terlalu personal.

Lantas singkatan dari Variant of Concern, VOC1, VOC2, dll juga pernah diusulkan. Namun, ditolak karena kedengarannya mirip kata makian dalam bahasa Inggris (F**k).

Tidak semua varian yang diberikan nama. Hanya terhadap beberapa varian yang dianggap berpotensi membahayakan. Artinya, mutasi virus Corona ini sebenarnya jauh lebih banyak dari hanya sebelas yang sudah memiliki nama.

Para ahli di WHO pun memikirkan kemungkinan berikutnya. Sudah ada 12 nama alfabet Yunani yang terpakai, sisa 12 lagi. Bagaimana kalau virus ini terus bermutasi hingga lebih dari 24 kali?

Jawabannya sudah ada. Sasaran berikutnya adalah nama rasi bintang. Leo, Cancer, Sagitarius, hingga Pisces.

Ini tentu masih digodok, tersebab nama-nama rasi bintang sudah ada yang memiliki makna ganda, seperti cancer untuk penyakit, leo untuk nama orang, dan scorpio untuk jenis hewan.

Akan tetapi, ini bukan konsen terbesar. Pemberian nama bisa berasal dari apa saja. Yang menjadi pertanyaan, jika WHO telah mempersiapkan nama untuk varian-varian selanjutnya, maka bisa dipastikan jika virus Corona akan terus bermutasi. Jika demikian, akankah mungkin pandemi Covid-19 bisa menjadi Endemi? Entahlah

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun