Suatu hari, Soeharto dikunjungi oleh keluarga Prawirowihardjo yang tak lain adalah paman sekaligus orangtua angkatnya.
Di tengah perbincangan, ibu angkat Soeharto merasa khwatir akan status jomlo Soeharto. Ia pun mendesak Soeharto untuk segera menikah. Sebabnya, usianya sudah termasuk bujang lapuk di masa itu.
"Pernikahan itu harus terjadi, tidak bisa terhalangi, meski oleh perang sekalipun," ujar ibunda Soeharto.
"Tapi, dengan siapa saya menikah? Saya belum punya calon." Tanya Soeharto kembali.
Ibunda Soeharto ternyata telah memiliki calon, dan itu adalah Siti Hartinah, gadis yang telah mencuri hati Soeharto saat remaja.
Soeharto kaget dan tidak yakin. Tien adalah anak bangsawan Jawa, sementara ia hanyalah anak petani biasa. Demikian dalam pikirannya.
Tapi, dengan penuh percaya diri, Ibunda Soeharto menjamin untuk mengurus semuanya, jika Soeharto setuju. Keluarga Prawirowihardjo memiliki kedekatan dengan keluarga Kandjeng Pangeran Harjo (KPH) Soemoharjomo, ayah Tien.
Ternyata cinta tidak bertepuk sebelah tangan. Soeharto tak menduga jika keluarga KPH Soemarjomo mau menerima lamarannya. Soeharto dan Tien pun akhirnya berjodoh setelah sekian tahun tidak pernah lagi bersua.
Upacara nontoni alias lamaran berlangsung lancar. Bahkan tanggal pernikahan langsung ditentukan. Kendati demikian, menurut pengakuan Soeharto, dirinya masih penuh keraguan, apakah Tien benar-benar mencintai dirinya?
**
Tanggal 26 Desember 1947, acara perkawinan berlangsung di Solo. Soeharto muda berusia 26 tahun, Siti Hartinah istrinya dua tahun lebih muda.