Kaum Sikh dan Hindu sempat menikmati kehidupan yang tenang selama masa pemerintahan sipil pada periode 2000an. Khalsa bahkan terdaftar sebagai salah satu anggota parlemen.
Namun, semenjak penguasa Taliban kembali, kehidupan umat Sikh dan Hindu kembali kocar-kacir. Kini mereka hanya bisa berlindung di wilayah Karte Parwan dekat Kabul. Satu-satunya wilayah yang dirasa "aman."
Dilaporkan jumlah mereka sebanyak 250 orang dan berasal dari beberapa bagian di Afghanistan. Mereka terdiri dari orang-orang yang tidak sempat melarikan diri lagi.
Nasib para minoritas Sikh dan Hindu ini tidak jelas. Setiap saat mereka harus siap didatangi pasukan Taliban. Nyawa mereka sudah tidak berarti lagi.
Bahkan sebelum Taliban benar-benar berkuasa, mereka sudah terbiasa diteror. Pada Maret 2020, sekelompok orang bersenjata menyerbu kompleks keagamaan Sikh di Kabul.
Dalam insiden tersebut, 25 orang tewas. Adalah kelompok ISIS-K yang menyatakan bertanggung jawab. Sebagai aksi balas dendam atas perlakuan India terhadap Muslim di Kashmir.
Menilik sejarah, kaum Sikh dan Hindu telah ada sejak berabad-abad yang lalu di Afghanistan. Jauh bahkan sebelum kehadiran negara di sana. Tetapi, selama sejarah Afghanistan, kaum Sikh dan Hindu tidak pernah dianggap sebagai orang asli Afghanistan. Mereka selalu diposisikan sebagai pendatang minoritas.
**
Ada pula umat Kristiani di Afghanistan. Menurut Kelsey Zorsi dari kelompok advokasi PBB untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, sejauh ini kelompok Kristen-lah yang dianggap paling rentan.
Ditenggarai jumlah mereka sebanyak 10.000-12.000 orang. Sebagian besar dari mereka dulunya beragama Islam. Di Afghanistan, apa yang mereka lakukan adalah kejahatan besar. Hukuman mati ancamannya.
Selama berpuluh-puluh tahun lamanya, mereka harus melakukan aktivitas keagamaan secara sembunyi-sembunyi.