Menurut saya sih, Chau-do yang dimaksud tidak spesifik merujuk kepada soto Nusantara yang kita kenal sekarang. Sepertinya masyarakat China hanya mengajarkan teknik memasak ala Hokkien kepada penduduk Nusantara.
Selanjutnya modifikasi pun dilakukan, sehingga terciptalah soto yang kita kenal sekarang. Hal yang sama terjadi seperti penemuan Bak Kut Teh di Malaysia.
Sebagai kesimpulan, Nusantara ini memang kaya kebudayaan. Asimilasi kuliner terjadi akibat kebesaran hati para moyang untuk mengadopsi kekayaan pengetahuan mancanegara dan kebijaksanaan kros-kultural.
Sebagaimana diriku yang berlatar belakang Tionghoa, dan bersuku Hokkien. Semuanya sudah tidak terlalu penting lagi.
Saya lahir di Indonesia, menghirup udara Nusantara, menjunjung tinggi Pancasila, mencintai NKRI, dan mengibarkan Merah Putih. Leluhurku adalah Chau-do, tetapi eksistensiku adalah Soto.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H