Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sentinel Utara, Peradaban yang Dibiarkan Menghilang

7 September 2021   04:57 Diperbarui: 7 September 2021   05:07 2949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suku Sentinel, Peradaban yang Hilang dari Pandangan (guideku.com)

Di perairan lepas pantai Sentinel Utara, Samudra Hindia, John Allen Chau terombang-ambing di atas kayak. Ia masih segan mendekati pantai, dimana suku lokal sudah bersiap menyambutnya.

Dalam surat terakhirnya, pria asal Amerika Serikat itu mengisahkan dua hal; Ia siap mati, dan sangat takut.

John adalah seorang petualang. Ia gemar berkeliling-keliling dunia dan mengunjungi tempat-tempat berbahaya. Namun, John juga adalah seorang misionaris Kristen.

Tidak heran jika ia ngotot mengunjungi penduduk asli Pulau Sentinel Utara. Tapi, penduduk asli pulau ini bukanlah manusia biasa. Tidak ada persahabatan dengan orang asing dalam kamusnya.

John yang mencoba ramah dan memberikan kado pun akhirnya tewas dihujani anak panah yang dilesatkan dari pinggir pantai. 

John bukan yang pertama. Sudah banyak kisah pembunuhan terjadi di sekitar wilayah pulau ini.

John Allen Chau (international.kompas.com)
John Allen Chau (international.kompas.com)

Pulau Sentinel terletak di ujung terluar wilayah India. Sudah lama sekali pemerintah India menetapkannya sebagai area terlarang. Angkatan Laut India bahkan rajin berpatroli, agar tidak ada yang mendekat.

Tidak banyak juga yang diketahui mengenai suku pribumi ini. Penampilan mereka khas ras negroid (kulit hitam). Disebutkan juga bahwa mereka hidup dari berburu. Babi di pulau dan kura-kura adalah makanan favorit.

Rumah mereka juga sangat sederhana. Pondok yang terbuat dari bahan kayu dan rumbai. Sementara bahasa sehari-hari yang digunakan sama sekali berbeda. Tidak menyamai bahasa-bahasa dari pulau sekitar.

Sensus pertama dilakukan oleh Inggris pada tahun 1901, menunjukkan bahwa jumlah penduduk suku Sentinel adalah 117 orang. 

Pada tahun 2001, satu abad kemudian, sensus secara kasat mata dilakukan pemerintah India. Jumlah berkurang, hanya terdeteksi 39 orang saja (21 pria dan 18 wanita). Kesimpulan yang diambil, penduduk suku Sentinel berkisar antara 50 hingga 200 orang.  

foto.tempo.co
foto.tempo.co

Tidak ada pula keterangan resmi tentang mengapa mereka begitu tertutup. Mereka benar-benar memilih hidup tanpa hubungan status dengan dunia luar.

Namun, banyak yang menduga jika hal tersebut berkaitan dengan ekspedisi pertama ke Kepulauan Andaman dan Nicobar, termasuk Pulau Sentinel Utara.

Adalah Maurice Vidal Portman, seorang perwira Angkatan Laut Inggris yang memimpin ekspedisi pada tahun 1880. Menetap di pulau tersebut selama beberapa hari, Portman dan pasukannya kemudian membawa 6 orang penduduk setempat.

Portman membawa mereka ke Port Blair, India. Tapi, kedua lansia tidak bisa bertahan lama. Mereka meninggal karena suatu penyakit. Orang pun berkesimpulan bahwa tubuh mereka rentan terhadap virus asing.

Untuk membina hubungan yang terjadi, Portman mengembalikan empat anak-anak kembali ke pulau. Tak lupa juga menyertai banyak hadiah. Tapi, sikap penduduk Sentinel Utara telah berubah. Mereka terlanjur menganggap Portman sebagai musuh, begitu pula orang-orang asing berikutnya yang datang ke sana.

Maurice Vidal Portman (wikipedia.org)
Maurice Vidal Portman (wikipedia.org)

Sebenarnya Portman bukanlah yang pertama meninggalkan trauma bagi suku Sentinel. Sebelumnya sudah ada kejadian buruk lainnya. 

Menurut catatan "The Andaman Islander," karya Antropolog Sita Venkateswar, wilayah ini tak luput dari kolonialisme Inggris.

Koflik suku pribumi dengan pasukan Inggris tak terelakkan. Dengan mudah daerah kepulauan ditaklukkan. Inggris pun memasukkan budaya mereka. Selain baca tulis, juga penyakit dan kebengisan. Tercatat suku-suku pribumi ini pernah ditangkap dan dipajang di Kebun Binatang Kalkuta, India.

Itulah mengapa para lelaki suku Sentinel selalu sigap berjaga di pantai. Itu adalah pintu masuk utama dari dunia luar. Panah dan tombak senantiasa terjaga, kendati mereka juga punya gestur lain dalam menunjukkan permusuhan; mempelihatkan alat kelaminnya.

Kontak terdekat dengan orang dunia luar terjadi pada tahun 1990an. Adalah tim ekspedisi yang terdiri dari beberapa antropolog yang tergabung dalam Anthropological Survey of India (AnSI) yang melakukannya.

Madhumala Chattopadyay (nationalgeographic.grid.id)
Madhumala Chattopadyay (nationalgeographic.grid.id)

Satu-satunya anggota ekspedisi wanita, Madhumala Chattopadhyay menceritakan pengalamannya kepada National Geographic.

Usaha pertama dilakukan dengan sedikit susah payah. Tenyata setelah lebih dari lima dasawarsa, sikap penduduk Sentinel tidak melunak sedikit pun terhadap orang asing. Tim disambut dengan busur dan panah ketika hendak berlabuh.

Mereka pun mulai melakukan strategi berbeda. Mengapungkan buah kelapa ke arah pantai, sebagai tanda persahabatan. Tak disangka, penduduk pribumi itu menyambut hadiah yang mereka terima. Sesuatu hal baru, karena tidak ada kelapa di pulau Sentinel.

Tapi, hadiah tersebut tidak serta merta membuat kaum pribumi lebih bersahabat. Ketika tim mendarat di pantai dengan lebih banyak perahu, beberapa lelaki dewasa masih menunjukkan sikap bermusuhan dengan mengarahkan busur dan anak panah.

Chattopadhyay mengambil sikap bersahabat. Ia menyerukan banyak bahasa setempat dengan harapan penduduk Sentinel memahaminya. Ia kemudian menunjukkan kelapa-kelapa yang ia simpan di perahu.

travel.tribunnews.com
travel.tribunnews.com

Hingga seorang wanita lokal meneriakkan sesuatu kepada para lelaki, barulah sikap bermusuhan tadi berkurang. Penduduk pribumi lantas menghampiri kapal dan mengambil semua kelapa dari tumpangan.

Mereka kemudian pergi meninggalkan seluruh anggota ekspedisi, tanpa mengajak tamu mereka masuk ke dalam perkampungan. Anggota tim menganggap bahwa ekspedisi mereka cukup berhasil dan kembali pulang.

Sepuluh bulan kemudian Chattopadhyay datang kembali beserta tim yang lebih besar. Kali ini, anggota pemerintah dan aparat kepolisian juga turut serta.

Penduduk Sentinel sudah mengenal mereka dan menginginkan lebih banyak kelapa. Sewaktu kapal berlabuh, mereka menghampiri tanpa senjata lagi. Muatan berisikan hadiah langsung diambil tanpa ragu dan takut.

Keakraban terus berlanjut, hingga salah seorang anggota ekspedisi melakukan kesalahan. Ia berusaha mengambil hiasan daun yang dikenakan oleh salah satu anggota suku.

Sikap mereka langsung berubah dan mencabut pisau. Sebuah gestur yang cukup jelas kepada tim arkeolog untuk keluar dari pulau.

uzone.id
uzone.id

Kunjungan ketiga berakhir kosong. Cuaca buruk membuat tim tidak menemukan siapa pun di pantai. Mereka juga tidak berani masuk lebih dalam, terkait masalah keamanan.

Hasil kesimpulan dari tiga kali ekspedisi adalah, penduduk Sentinel Utara baik-baik saja. Mereka tidak membutuhkan orang asing.

"Yang mereka perlukan hanyalah hidup tenang tanpa diganggu," pungkas Chattopadhyay.

Ada yang menarik, kepulauan Andaman dan Nicobar termasuk wilayah yang diterjang tsunami besar 2004. Tapi, berdasarkan pantauan pemerintah India melalui helikopter, daerah tersebut tidak menunjukkan kerusakan berat.

Menurut Antropolog, suku Sentinel mungkin sudah diselamatkan oleh kemurnian mereka. Mereka memiliki pengetahuan kuno untuk menghadapi terjangan alam. Atau mungkin mereka justru bersahabat dengan musuh manusia?

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun