Berbicara mengenai makanan khas Kota Daeng, tentu banyak. Ada Coto Makassar, Sop Saudara, Sop Konro, hingga beragam jenis kue tradisional.
Namun, tidak semua yang khas Makassar itu asli Makassar. Mie Titi misalkan. Jelas itu adalah adopsi dari makanan khas China. Begitu pula dengan Jalangkote, aslinya pastel dari Belanda.
Tapi, siapa peduli. Konsep ATM berlaku pada setiap inovasi. Tambah sini, kurang sana, sama saja. Sekali melekat, jadilah terkenal.
Hingga saya bertemu dengan Chef Lucky Suherman. Seorang koki yang juga penggiat kuliner. Saat itu, ia sedang mendata makanan khas dan asli Makassar.
Kelihatannya sederhana, tapi tidak bagi pisang ijo.
Kudapan dari pisang dengan campuran adonan tepung beras, air pandan, santan, plus sirup merah. Sungguh nyaman di lidah dan selalu mengingatkan diri untuk pulang ke kampung halaman.
Tapi, pertanyaannya, di manakah kampung halaman pisang ijo?
Untuk mengetahui asal muasal sebuah masakan, tentu banyak faktor yang harus dilihat. Sejarah tidak selalu benar. Begitu pula dengan cerita rakyat.
Bahan baku yang tersedia, kebiasaan warga setempat, kearifan lokal, hingga masalah budaya, tradisi, dan juga filosofi.
Lantas, apakah pisang ijo lahir di bumi anging mamiri? Hampir tidak ada catatan, naskah, atau lontara kuno Sulawesi Selatan yang mengisahkan mengenai hal ini.