Engkong Felix punya istilah Don Quixote de la Kompasiana. Seseorang yang merasa dirinya ksatria penumpas kejahatan.
Acek juga tidak mau kalah. Punya istilah Don Juan de la Kompasiana. Seseorang yang telah "terbukti" mampu menaklukkan banyak wanita.
Menjadi Don Juan memang lebih enak. Jelas libido lebih menyenangkan dibandingkan adrenalin. Lagipula aktivitas Bobok-Bobok Siang lebih adem daripada disuruh pergi perang.
Sama seperti Don Quixote, sosok Don Juan juga adalah fiktif. Ia adalah rekaan sastrawan Spanyol, Tirso de Molina pada tahun 1630.
Tirso menggambarkan Don Juan (Don Giovanni) sebagai seorang pria penakluk wanita yang sering berganti-ganti pasangan.
Meskipun hanya karya fiktif, istilah Don Juan masih berlaku hingga kini. Ia merupakan refleksi sosial terhadap lelaki yang dicintai dan sekaligus mencintai banyak wanita.
Kendati demikian, menurut Acek, level Don Juan tidak bisa disamakan dengan cap playboy, cowok php, penjahat kelamin, apalagi buto ijo. Ia lebih terhormat.
Realita sosial mengatakan bahwa seluruh cowok pada dasarnya adalah pengagum wanita. Pun bagi wanita siapa sih yang tidak senang dilirik Don Juan?
Kenyataannya sudah demikian. Kita semua adalah Don Juan, atau paling tidak mengidolakan Don Juan.
Selanjutnya, agar tidak ada kesalahpahaman dengan Kompasianer seperti pada judul, saya akan menyatakan bahwa kisah Don Juan tidak melulu mengenai kama dan sutra saja.
Makna filosofis dari kegigihan Don Juan menaklukkan para wanita bisa dianalogikan dalam berbagai aspek di dunia ini. Tujuan bercinta dengan wanita dari Don Juan bisa kita artikan untuk mendapatkan sesuatu yang bikin debar-debar.
Bukankah menulis di Kompasiana juga bikin debar-debar?
Intinya, sebagai penulis kita selalu dipenuhi nafsu untuk menjadi yang paling perkasa di atas ranjang Kompasiana. Ini adalah sikap Don Juan dalam dunia literasi kecil ini.
Sayangnya, tempat terbatas. Pilihan hanya bisa diberikan kepada beberapa orang saja.
Lantas, apakah yang tidak terpilih bukanlah Don Juan? Tidak, sobat!
Don Juan de la Kompasiana sejati pada pada dasarnya tidak memerlukan label dan pengakuan. Gelar Don Juan diberikan padanya tanpa melalui kompetisi akbar dunia.
Dalam kisah El Burlador de Silva, disebutkan bahwa Don Juan memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh playboy lainnya.
Don Juan tidak egois. Ia tahu diri kapan harus mundur, dan itu yang membuat banyak wanita tergila-gila padanya. Tapi, ketika ia memiliki tekad, Don Juan pantang menyerah.
Don Juan tidak pernah emosional. Ia tidak pernah cemburu kepada para lelaki yang berhasil merebut wanitanya. Karena baginya, ia tetap yang terbaik dengan ribuan pilihan yang tersedia di depannya.Â
Don Juan bukanlah bucin, ia juga tidak mengharapkan pasangannya posesif padanya. Ia menunjukkan kejujuran bahwa setiap orang memiliki kebebasan dalam memilih. Kalau ia tidak dipilih, tidak berarti ia tidak lagi perkasa.
Don Juan tidak pernah ingkar janji. Kesetiaan adalah suatu hal berbeda, dan ia tidak pernah menjanjikan kesetiaan bagi para wanitanya. Jika ia harus mundur, orang-orang tidak pernah menganggapnya sang pecundang.
Lantas seperti apakah ciri-ciri seorang Don Juan de la Kompasiana?
Tidak Peduli Label
Jika tulisannya tidak dilabeli bukan berarti tidak bagus. Ia pantang menyerah dengan terus menerus menelurkan karya lainnya. Tidak dilabeli bukan berarti minim pembaca.Â
Tidak Posesif
Don Juan de la Kompasiana tidak posesif dengan karyanya. Ia hanya menulis sesuai isi hati. Setelah itu ia tidak pernah lagi membaca tulisannya berulang-ulang kali.
Tidak Peduli Pasar
Topil tak pernah menggodanya, apalagi tren. Ketidaksetujuan tentang selera pasar tidak lantas membuat Don Juan de la Kompasiana kehilangan pamor. Ia hanya hening sejenak.
Hanya Setia Pada Tulisan
Don Juan de la Kompasiana memiliki prinsip yang tegas. Ia hanya akan menulis jika ingin menulis. Ia tidak terikat dengan syarat waktu atau pun strategi SEO. Tidak ada pula kesetiaan untuk selalu berada di K. Ia hanya setia pada tulisannya saja.
Idenya Kontroversial
Terlalu banyak tulisan yang mirip di Kompasiana. Membahas sebuah isu dari sudut yang itu-itu saja. Tapi Don Juan de La Kompasiana bisa tampil berbeda. Mengulik sesuatu yang kontroversial, laksana mencampur garam pada sirup dan tetap terasa nyaman.
Tidak Punya Kategori Usia
Don Juan de la Kompasiana tidak peduli pertarungan ide antara pra-millenial dan millenial di Kompasiana. Ia berpikir dari dua arah. Menggabungkan kebijaksanaan pramilenial dengan gairah milenial untuk mencapai kepuasan.
**
Namun, Don Juan tetap adalah Don Juan. Ia adalah pencinta wanita yang selalu ingin meniduri pasangannya. Anda mungkin berpikiran jika Acek ingin mengatakan jika ia adalah Don Juan.
Tidak sobat, menulis Kamasutra bukanlah Don Juan, itu hanyalah maskerbasi literasi.
Lantas bagaimana mendapatkan gelar Don Juan de la Kompasiana?
Ia adalah penulis yang bisa memberikan orgasme literasi kepada pembaca. Ia adalah penuis yang bisa membuat karyanya dapat dicumbui dengan penuh hasrat oleh setiap orang. Ia adalah seorang yang merdeka tanpa hubungan status dengan nafsu pribadi.Â
Dan jelas ia adalah Kompasianer yang selalu tampil perkasa alamiah tanpa obat-obatan, seperti engkong-engkong. Ehh...
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H