Teori Yin-yang dan unsur 5 elemen besutan para pemikir Tao pun datang melengkapi. Proses ini terus menerus dikembangkan kendati pergantian kekuasan berlangsung.
Tujuh ratus tahun kemudian, pada masa Dinasti Song (960-1279 M), konsep almanak ini sudah semakin muktahir. Perbaikan terus dilakukan melalui pengamatan berabad-abad. Buku ini sudah berubah menjadi panduan tentang waktu-waktu baik dan kurang baik untuk aktivitas tertentu.
Kaum penguasa dan para pemikir secara konsisten berkontribusi untuk memperbaiki isi dari buku ini. Dan seiring waktu berjalan, buku ini terus menerus diperbaiki.
Itulah mengapa bentuk Thong Su yang kita kenal sekarang telah menyerupai semacam ensiklopedia pemikiran para sastrawan dan filsuf China Kuno.
Thong Su di Zaman Modern
Hingga kini buku ini masih menjadi salah satu yang terlaris (best seller). Khususnya pada negara Asia Timur dan Tenggara yang didominasi oleh warga keturunan Tionghoa.
Salah satu yang paling terkenal adalah terbitan keluarga Chai dari Hong Kong. Keluarga ini terkenal sebagai pembuat Thong Su selama 6 generasi. Dimulai sejak buyutnya dari era kerajaan Dinasti Qing akhir (1800an).
Pada setiap tahun, buku ini bisa laris terjual hingga satu juta eksemplar. Bukan hanya di Hong Kong, tapi juga diekspor ke negara Asia Tenggara, Amerika, Australia, dan Eropa.
Di Indonesia sendiri ada beberapa versi. Ada yang tipis bagi para pembaca dadakan, adapula yang tebal bagi pembaca serius. Toko-toko buku lokal sudah mulai menjualnya, begitu pula di toko Online. Harga yang dibanderol bervariasi. Berkisar dari 150.000 hingga 450.000 rupiah.
Lucunya, kebanyakan konsumennya adalah para Diaspora China. Sementara di China daratan sendiri, buku ini tidak terlalu populer.
Yang menarik, ternyata penerbit Thong Su bukan hanya satu orang saja. Terdapat beberapa teori yang berbeda. Taiwan termasuk negara yang menelurkan sistem Thong Su nya sendiri.