Tapi, Mari tidak menangis.
Mari sayang Ayah. Ia senang dipangku. Berdua di atas ayunan yang mengalir lembut. Tapi, manusia tikus tidak suka.
Ia cemburu dan juga suka memangku Mari.
Mari jijik. Liur sang manusia tikus tak henti-hentinya mengalir. Bahkan sampai mengotori baju putih barunya.
Manusia tikus berbaik hati. Ia ingin mencuci baju Mari. Namun, hanya air kotor yang mengalir. Senista nafsu syahwat dari hati yang keji.
Tapi, Mari tidak menangis.
Untuk sesaat, Mari kehilangan. Berada di sini, ia tak punya kawan.
Tapi, itu hanya sebentar. Masami dan Erika kini telah duduk di sampingnya. Mereka bermain petak umpet. Agar manusia tikus tak bisa menangkap mereka.
Untuk selamanya, manusia tikus tak bisa lagi melihat mereka. Tubuh mereka terlalu suci untuk dilumuri kotoran najis dari otak nan bengis.
Kini, Mari, Masami, dan Erika tidak lagi menangis.
Sebuah kursi di taman kota. Ketiga sahabat ini sedang menunggu kawan barunya. Nomoto, gadis seusia. Bermain kejar-kejaran lebih asyik jika berempat.