Namun, tindakan kekerasan pelecehan juga banyak menimbulkan korban dari pihak tenaga medis. Seringkali pasien kedapatan melakukannya.
"Perawat seringkali diobyektivikasi secara seksual, dan itu seringkali kami temukan di lapangan, tapi hanya sedikit yang mampu speak up" ujar Fen Budiman, perawat yang juga pengurus API Kartini.
Banyak juga tuduhan yang salah dialamatkan kepada para tenaga medis. Saya mengenal seorang dokter kandungan. Suatu waktu saat baru saja buka praktek, ia kena damprat oleh suami pasiennya.
Sebabnya tanpa sengaja menyentuh payudara si nyonya. Sang istri sih biasa-biasa saja, tapi sang suami tidak terima.
"Jelas kesalahan saya karena saya lelaki. Saya tidak terangsang kok, lagipula dalam proses medis terkadang tanpa sengaja kita bisa menyentuh bagian-bagian tertentu," ujar kawan saya.
"Mungkin kesalahan lain, karena aku ganteng," lanjutnya berseloroh.
Apa yang bisa dilakukan?
Rod Moses, seorang dokter professional mengakui ada batasan abu-abu antara pelecehan berkedok dan pemeriksaan sesuai prosedur.
Kesalahan persepsi sering terjadi di sini. Pasien tidak tahu apa yang wajar, dan para dokter pun tidak menjelaskan.
Tentu standar prosedur dan kode etik sudah diajarkan di fakultas kedokteran. Tapi, itu hanya untuk konsumsi dokter saja.
Pasien pun harus bisa membedakan apa yang bisa dan tidak bisa.
Yang pertama adalah meminta izin jika pemeriksaan harus menyentuh bagian-bagian yang sensitif. Komunikasi dan penjelasan tentang keperluan sentuhan tersebut akan membuat hati tenang.