Never Okay Project (NOP) mengeluarkan hasil survei. Sedikitnya 12 kasus pelecehan seksual di dunia medis dalam dua tahun terakhir. Dikutip dari sumber (voa.com), Agustus 2020,Â
Dari keduabelas kasus tersebut, sebelas melibatkan perlakuan tenaga medis terhadap pasien, satu lagi antar sesama tenaga medis.
Aksi yang dilakukan adalah pelecehan secara fisik, seperti memegang daerah keintiman, hingga pemaksaan.
Sayangnya, apa yang tampak hanya merupakan puncak gunung es. Kebanyakan yang muncul karena adanya proses tuntutan dari pihak pasien.
Sementara jika terjadi diantara sesama tenaga medis, lebih banyak bungkam. Stigma dan rasa malu yang menjadi penyebabnya, ungkap Eunike Pangaribuan dari NOP.
Lebih dalam lagi, Eunike juga menjelaskan bahwa kode etik bagaikan pagar makan tanaman. Atas nama kehormatan profesi, mereka lebih memilih diam.
Budaya Patriarki dan Sistem Feodal
Menurut dokter Sandra Suryadana, pendiri gerakan sosial Dokter Tanpa Stigma, kondisi pelecehan seksual dan kekerasan tidak terlepas dari budaya patriarki.
Senioritas menjadi sistem dan aturan yang tidak tertulis. Ia menilai jika sistem ini adalah feodalisme yang telah dimulai sejak masa pendidikan.
Hal ini kemudian menimbulkan kekuatan yang tidak seimbang (power imbalance). Dinilai bahwa jabatan dan senioritas memiliki posisi yang lebih tinggi. Apa pun yang dilakukan harus diikuti.
Padahal, dalam dunia medis, apa pun pangkatnya seharusnya konsep rekan kerja berlaku. Bahwa semua pelaku medis adalah setara adanya.
"Disitulah sering terjadi resiko kekerasan," lanjut dokter Sandra.