Tanggal 8 Agustus 2021 menandai akhir dari perhelatan akbar Olimpiade Tokyo 2020. Indonesia boleh berbangga. Tercatat 6 dari 28 atlit Indonesia meraih medali.
Tiga atlit dari cabang angkat besi adalah Windy Cantika Aisah, Eko Yuli Irawan, dan Rahmat Erwin Abdullah. Sementara dari cabang bulutangis adalah Anthony Sinisuka Ginting, Greysia Polii, dan Apriani Rahayu.
Selain cabang olahraga angkat besi dan bulutangkis, atlit Indonesia hanya menyertakan wakilnya pada 6 cabang olahraga lainnya, yakni; Atletik, Panahan, Menembak, Renang, Dayung, dan Surfing.
Jika ditilik lebih jauh lagi, selain tradisi medali di cabang bulutangkis dan angkat besi, Indonesia juga pernah meraih medali perak dari cabang panahan pada Olimpiade Seoul 1988.
Prestasi tiga Srikandi Panahan Indonesia (Nurfitriyana Saimana, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardhani) menandai medali pertama Olimpiade Indonesia sejak keikutsertaan pada tahun 1952 di Helsinki, Finlandia.
Kendati demikian, Olimpiade Bercelona 1992 adalah babak baru bagi keikutsertaan Indonesia. Saat itu, dua medali emas, dua medali perak, dan satu medali perunggu berhasil dibawa pulang. Semuanya dari cabang bulutangkis.
Sebagai catatan, tahun 1992 merupakan tahun pertama olahraga bulutangkis resmi dipertandingkan dalam Olimpiade.
Namun, tahukah kamu jika medali Olimpiade Bercelona tidak hanya itu saja? Adalah cabang Taekwondo yang juga berhasil membawa pulang 3 medali perak dan 1 perunggu.
Kemenangan kontingen taekwondo Indonesia tidak ricuh. Persiapan mereka pun tidak riuh.
Selama 10 bulan, Senin hingga Jumat, para atlit taekwondo (baca; taekwondoin) berlatih empat kali sehari. Di hari Sabtu, hanya sekali di siang hari. Hari Minggu libur.
Latihannya pun bukan di gym mewah. Hanya lapangan terbuka daerah Puncak.
Walaupun begitu, totalitas tetap ditunjukkan oleh Rahmi Kurnia, Dirc Richard, Susilowati, Jefi Triaji, dan Siaw Lung. Semua dipersiapkan secara serius.
Uji coba juga mereka lakukan ke Korea Selatan, Belgia, dan Amerika. Target yang dipatok oleh Alex Harijanto, pelatih taekwondoin Indonesia adalah membawa pulang medali.
Usaha membuahkan hasil. Merah putih berhasil dikerek, meskipun hanya pada tiang kedua.
Ada kisah lucu sekaligus menyedihkan pada saat acara kemenangan berlangsung. Merah putih yang berkibar mendapatkan banyak protes. Dikiranya terbalik. Tersebab bendera Polandia adalah putih merah.
Ketika hadirin dijelaskan mengenai Indonesia, suasana kembali riuh; "Di mana Indonesia."Â Sedih!
Bercelona membawa kesan sendiri bagi Indonesia. Menjadi pemenang tanpa penghargaan. Tersebab saat itu cabang taekwondo di Olimpiade, hanyalah berbentuk pertandingan eksibisi.
Barulah pada tahun 2000 di Sydney, taekwondo resmi menjadi cabang olahraga Olimpiade. Sayangnya, bendera merah putih tidak pernah lagi berkibar di perhelatan olahraga asal Korsel itu.
Siapakah Alex Harijanto?
Ia biasa disapa Master Alex. Tahun 2021 ini usianya sudah 70an, tetapi masih tegap dan sigap berlaga.
Usia tidak menghentikan rasa cintanya terhadap olahraga bela diri ini. Saat ini ia masih rajin melatih dan menaruh perhatian besar terhadap taekwondo Indonesia.
Jabatan terakhirnya adalah Ketua Pengurus Taekwondo Indonesia cabang Jawa Tengah. Selama memimpin, Master Alex telah membeli rumah sekaligus kantor sekretariat.
Ia juga menginvestasikan uang pribadinya membeli bus sebagai alat transportasi atlet taekwondo. Bahkan pada tahun 2021 ini, Alex juga berencana membuat asrama atlet.
Master Alex menyandang Dan VII Kukiwon dan Dan IX Jidokwan Korea.
Lantas Mengapa Tak Banyak yang Mengenalnya?
"Saya tidak suka publikasi, tapi juga tidak menolaknya. Selama taekwondo Indonesia berjaya, bagi saya sudah cukup."
Pria ini rendah hati dan selalu mawas diri. Itulah yang membuat pelatih dan pencinta taekwondo Indonesia selalu menaruh hormat padanya.
Master Alex adalah legenda hidup. Ia juga merupakan pelatih tersukses di Indonesia. Sayangnya, belum satu pun penghargaan ia terima dari negara.
"Saya hanya berharap taekwondo Indonesia bisa mengibarkan bendera Merah Putih di ajang internasional,"Â ungkap Master Alex Harijanto dalam biografinya (Tak Kaya Harta Namun Berjiwa).
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H