Olimpiade berlangsung. Penuh euforia. Tercatat 33 medali cabang olahraga yang diperebutkan.
Indonesia turut bersuka. Angkat besi menyumbangkan medali. Emas dari Bulutangkis diharapkan.
Tapi, ada juga cabang olahraga yang sepi perhatian. Golf salah satu di antaranya.
Sebagai pegolf musiman, saya sudah sering mendapat hinaan. Olahraga yang bukan "berolahraga" sering dilontarkan oleh kawan-kawan penggemar olahraga ekstrim seperti Futsal atau Badminton.
Ini belum dicap sebagai kaum borju. Olahraga mahal para pejabat dan politikus. Belum pula godaan para caddie cantik.
Emang cantik sih, tapi siapa rela kena gosip. Ehm...
Kembali pada Olimpiade. Sepanjang sejarah, Olimpiade Tokyo ini merupakan perhelatan keempat kali bagi olahraga ayun stik ini.
Lucunya kali pertama diadakan justru pada tahun 1900 (Paris) dan disusul kali kedua pada tahun 1904 (St.Louis). Sempat vakum selama 112 tahun, barulah kembali diperebutkan pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016 lalu.
Ada 60 pemain dari 36 negara yang bertanding. Dari Asia Tenggara, tercatat 3 negara. Thailand dengan dua pegolf, Filipina dan Malaysia masing-masing satu. Tidak ada wakil dari Indonesia.
Memang Indonesia masih ketinggalan jauh dalam mencetak atlit golf professional. Ia kalah jauh dari negara Asean lainnya yang sudah banyak berkiprah di ajang internasional. Khususnya Thailand.
Ada banyak alasan mengapa Golf tidak diminati di Indonesia.
Pertama, Masalah Pencitraan
Masih banyak orang Indonesia yang menganggap jika olahraga ini adalah milik kaum orde lama.
Pejabat yang bermain golf dianggap masih memiliki mental feudal. Ajang untuk melakukan lobi agar bisnis kotor bisa segera dicuci.
Jelas salah, tersebab golf murni olahraga. Kalaupun disalah gunakan oleh segelintir orang, tidak ada urusannya dengan pemain golf lainnya.
Kedua, Golf Mahal
Mulai dari peralatan hingga green fee (harga bermain di lapangan). Jumlahnya yang fantastis tidak mudah diraih oleh yang pas-pasan.
Sebenarnya mahal itu relatif. Perlengkapan golf tersedia dalam berbagai jenis harga. Ada pula yang obral. Hanya seharga sepeda kumbang.
Pun dengan green fee. Sangat bergantung pada kualitas lapangan. Bintang lima bisa sampai 3 jutaan sekali main (18 holes). Tapi, ada juga yang berjenis "melati." Sekali main sama dengan dua kali harga makan malam di restoran padang sederhana.
Ketiga, Buang-Buang Waktu
Bermain golf bisa menghabiskan waktu setengah hari. Tidak heran jika lapangan golf di Jabodetabek hanya ramai terisi di akhir pekan.
Namun, waktu adalah masalah manajemen. Bangun lebih pagi bisa pulang lebih cepat. Bedanya apa dengan mancing atau gowes? Scuba diving bahkan lebih lama lho.
Keempat, Ajang Perselingkuhan
Seringkali mendengar kawan yang dilarang istri gegara curiga. Dari Caddy cantik hingga menyelinap kiri-kiri dalam perjalanan. Semua bisa jadi alasan untuk indehoi.
Sang istri lupa jika sekarang teknologi sudah canggih. Tinggal videocall kelihatan sudah di mana berada.
Kelima, Olahraga Tidak Seru
Jalan kaki, pukul bola. Di mana serunya? Bukankah lebih enak jika bermain tenis yang berkompetisi? Atau mungkin berenang yang lebih banyak gerak?
Untuk menjawab pertanyaan kelima, saya akan memberikan argumen mengapa saya memilih jenis olahraga ini.
Pertama. Investasi Masa Depan
Olahraga ini adalah sebuah investasi masa depan. Kelihatannya santai, tetapi masih bisa dimainkan hingga uzur, sepanjang fisik masih sehat.
Lagipula berjalan kaki sepanjang 6 hingga 7 kilometer (18 holes) bisa dilakukan dengan santai sambil tetap menjaga tubuh bugar.
Kedua. Resiko Kecelakaan Kecil
Main bulutangkis kena serangan jantung di lapangan, sepak bola apalagi. Bersepeda keserempet mobil di jalan, jogging pagi juga.
Resiko kecelakaan di lapangan golf? Hmmm... Palingan mati kesambet petir saja.
Ketiga. Fisik dan Otak
Hanya di golf, Anda bisa memadukan olahraga fisik dan otak sekaligus. Diperlukan stamina yang bagus agar ayunan tetap stabil selama berjam-jam. Diperlulan konsentrasi penuh, agar bola dapat melesat sesuai harapan.
Keempat. Berkompetisi dengan Diri Sendiri
Kemenangan Anda tidak berhubungan dengan kehebatan teman. Tidak seperti olahraga kompetitif lainnya, Anda harus mengalahkan lawan untuk menang. Golf adalah tentang mengalahkan diri sendiri.
Kelima. Mengutamakan Kejujuran
Seringkali disebut gentleman's sport bukan karena harus berdasi. Di golf membuat kesalahan yang tak terlihat sudah biasa.
Seperti tanpa sengaja menyentuh bola dengan ayunan, atau bola hilang entah kemana. Perlu kebesaran hati untuk mengakui kesalahan yang dibuat, meski teman tidak melihatnya.
**
Nah inilah serentetan alasan mengapa saya memilih olahraga ini. Selain yang keenam, golf bisa bikin hati senang bukan kepalang.
Teman yang enak diajak ngobrol hingga caddie-caddie yang cantik dan ramah. Ehh...
Bukankah syarat meningkatkan imun tubuh adalah hati yang gembira? Berminat?
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H