Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Denny Thios, Atlet Angkat Besi Kelas Dunia yang Kini Mengurusi Besi Tua

30 Juli 2021   04:18 Diperbarui: 30 Juli 2021   04:33 1765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Denny Thios, Atlet Angkat Besi yang Kini Mengurusi Besi Tua (tribunnews.com)

Atlit angkat besi mengharumkan nama Indonesia. Eko Yuli Irawan dan Windy Cantika Aisyah tampil sebagai pahlawan.

Keberhasilan mereka meraih medali di Tokyo 2020 melanjutkan tradisi medali bagi cabor angkat besi.

Tercatat prestasi Indonesia ini telah dimulai sejak Olimpiade 2000. Kala itu tiga atlit putri Indonesia meraih satu perak dan dua perunggu.

Mungkin tidak banyak yang tahu, jauh sebelumnya atlit angkat besi Indonesia sudah bersinar. Bahkan ada yang pernah memecahkan rekor dunia.

Adalah Denny Thios. Ia dikenal sebagai atlit angkat besi paling bersinar di era 80 hingga 90an. Merah putih pun ia kibarkan di berbagai ajang internasional.

Denny sudah mengikuti kejuaraan dunia sebanyak lima kali. Dari tahun 1990 hingga 1994 ia berhasil meraih tiga medali emas dan satu perunggu.

Bukan hanya medali, Denny juga pernah memecahkan rekor dunia. Bukan hanya sekali, tapi tiga kali. Dua di kategori junior, satu lagi kategori senior.

Di kategori senior, Denny bahkan memecahkan rekor tujuh tahun milik pelifter Jepang, Inaba.

Karirnya bertaraf Internasional. Wajahnya bahkan pernah menghiasi majalah Power Lifting, terbitan Amerika Serikat.

Atlit angkat besi kelahiran Makassar ini memulai karirnya pada tahun 80an. Saat itu ia masih muda dan hanya berkeinginan tampil macho.

Di sebuah tempat fitness di bilangan kota Makassar, Denny bertemu dengan pelatih angkat besi bernama Nuryadi.

Secara kebetulan, saudara ayah Denny yang bernama Charlie de Thios adalah mantan juara dunia angkat besi Jerman. Jadilah Denny memilih olahraga angkat besi ini menjadi pilihannya.

Pria kelahiran tahun 1969 ini memulai karirnya dengan mengikuti ajang kejuaraan tingkat nasional. Ia menjadi salah satu atlit PON yang mewakili Sulawesi Selatan. Berbagai medali emas pun ia sumbangkan.

Namun, Denny pernah membuat keputusan kontroversial. Merasa tidak diperhatikan di kampung sendiri, ia akhirnya hijrah dan memperkuat tim Jawa Timur. Menurutnya, hidupnya lebih terjamin dan perhatian juga lebih.

Atas keputusan ini, pengurus PABBSI Sulsel mencapnya sebagai pengkhianat. Ia bahkan dituduh sebagai seseorang yang lupa kacang akan kulitnya.

Apalagi setelah Denny semakin banyak menyumbangkan emas bagi Jawa Timur.

"Itu masa lalu, saya pikir tidak perlu diungkit lagi. Saya hanya merasa susah untuk berhasil jika tidak pindah ke Jawa," ungkap Denny dikutip dari sumber (tribunnews.com).

Setahun berkarir membela Jawa Timur dan memenangkan emas di Kejaraan Dunia Swedia pada tahun 1994, Denny memutuskan pensiun dan kembali ke kampung halamannya.

Denny mengaku lelah sebagai atlit. Ia ingin melanjutkan usaha ayahnya, membuka bengkel las bubut di bilangan jalan Pajenekkang, kota Makassar.

Salah satu yang membuat Denny kecewa adalah anggapannya jika pemerintah dan KONI tidak terlalu serius dengan olahraga yang satu ini.

Peminatnya hanya sebatas jari dan pembinaan daerah juga ia rasa kurang. Rasa kekecewaannya pernah ia tuangkan dengan menolak panggilan menjadi pelatih.

Penghasilannya sebagai tukang besi tidak menentu. Tapi, bagi Denny yang penting cukup makan dan minum. Ia cukup senang dengan kondisinya.

Sehari-hari Denny hanya bekerja mengutak-atik peralatan di bengkel sederhananya. Ia hanya bekerja sendiri, dan bengkelnya juga selalu tertutup.

Isinya juga padat dengan peralatan dan besi-besi tua. Sangat beda jauh dengan riuh gemuruh suasana olimpiade.

Namun, sisa-sisa kejayaannya Denny masih tersimpan. Tiga medali emas, beserta foto kenangan masa jayanya, hingga kartu tanda atlit di berbagai even. Beberapa sertifikat juga ia plastikkan agar tidak rusak dimakan waktu.

"Beginilah keadaanku sekarang, lulus jadi atlit, sekarang tukang besi," ujar Denny dikutip dari sumber (tribunnews.com).

Kini ia terlupakan. Oleh pemerintah, masyarakat olahraga, dan negara ini. Apa yang ia raih dan apa yang ia persembahkan bagi negeri ini seolah hanya tinggal catatan.

Tapi, Denny tidak juga tidak menuntut banyak. Ia hanya berharap semakin banyak atlit yang Berjaya dan membesarkan nama Indonesia di bidang olahraga yang ia cintai.

Ia memberikan saran kepada seluruh atlit di Indonesia;

"Untuk mengibarkan merah putih di ajang dunia, cintailah dulu profesimu sebelum menyumbangkan prestasi."

Inilah prinsip hidup Denny, yang ia akui terinspirasi dari pamannya, Charlie de Thios.

Tentunya, Denny pantas berbangga. Olahraga angkat besi yang dulunya dipandang sebelah mata, kini justru menjadi cabang olahraga penyumbang medali terbanyak bagi Indonesia.

Cintailah profesimu, sebagaimana Denny mencintai profesinya sebagai atlit angkat besi.

Wajahnya sudah mulai keriput, rambutnya sudah ubanan, tangannya tidak lagi sekekar dulu.

Namun, rasa cintanya pada angkat besi belum memudar, meski kini ia harus membaginya dengan tumpukan besi tua di bengkelnya.

Referensi: 1 2 3 

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun