Di sebuah tempat fitness di bilangan kota Makassar, Denny bertemu dengan pelatih angkat besi bernama Nuryadi.
Secara kebetulan, saudara ayah Denny yang bernama Charlie de Thios adalah mantan juara dunia angkat besi Jerman. Jadilah Denny memilih olahraga angkat besi ini menjadi pilihannya.
Pria kelahiran tahun 1969 ini memulai karirnya dengan mengikuti ajang kejuaraan tingkat nasional. Ia menjadi salah satu atlit PON yang mewakili Sulawesi Selatan. Berbagai medali emas pun ia sumbangkan.
Namun, Denny pernah membuat keputusan kontroversial. Merasa tidak diperhatikan di kampung sendiri, ia akhirnya hijrah dan memperkuat tim Jawa Timur. Menurutnya, hidupnya lebih terjamin dan perhatian juga lebih.
Atas keputusan ini, pengurus PABBSI Sulsel mencapnya sebagai pengkhianat. Ia bahkan dituduh sebagai seseorang yang lupa kacang akan kulitnya.
Apalagi setelah Denny semakin banyak menyumbangkan emas bagi Jawa Timur.
"Itu masa lalu, saya pikir tidak perlu diungkit lagi. Saya hanya merasa susah untuk berhasil jika tidak pindah ke Jawa," ungkap Denny dikutip dari sumber (tribunnews.com).
Setahun berkarir membela Jawa Timur dan memenangkan emas di Kejaraan Dunia Swedia pada tahun 1994, Denny memutuskan pensiun dan kembali ke kampung halamannya.
Denny mengaku lelah sebagai atlit. Ia ingin melanjutkan usaha ayahnya, membuka bengkel las bubut di bilangan jalan Pajenekkang, kota Makassar.
Salah satu yang membuat Denny kecewa adalah anggapannya jika pemerintah dan KONI tidak terlalu serius dengan olahraga yang satu ini.
Peminatnya hanya sebatas jari dan pembinaan daerah juga ia rasa kurang. Rasa kekecewaannya pernah ia tuangkan dengan menolak panggilan menjadi pelatih.