Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dokter Lois Owien, Mengapa Ia Begitu Beken?

15 Juli 2021   05:03 Diperbarui: 15 Juli 2021   05:53 1694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokter Lois Owien, Mengapa Dia Begitu Beken? (bali.tribunnews.com)

Dokter Lois Owien bikin heboh. Pernyataannya di media sosial menyangsikan ancaman pandemic;

"Pasien Covid-19 meninggal bukan gegara virus, tapi efek obat yang dikonsumsi." Demikian bunyinya.

Ia pun ditangkap pada Minggu 11.07.2021. Berkaitan dengan tindak pidana penyebaran berita bohong.

Sebelumnya juga telah ada beberapa cuitannya yang bikin kening berkerut. Seperti; covid-19 tidak menular, vaksinasi bisa bikin cepat mati, hingga nakes adalah alat propaganda.

Kelihatannya sih emang nekat. Tindakan provokatif di tengah pandemi, jelas bikin risuh. Mungkin sakit jiwa. Namun, sekilas terlihat, ia normal-normal saja.

Intinya susah menerima kenyataan jika seorang dokter terpelajar bisa berpikir demikian. Namun, dokter Lois Owien bukan satu-satunya.

Beberapa tahun sebelum pandemi, saya pernah berdiskusi dengan seorang sahabat ternama di Bandung. Namanya Samuel (nama samaran). Ia adalah lulusan Harvard dan Stanford University. Persis Maudy Ayunda.

Pekerjaannya tidak kalah keren. Punya perusahaan berlevel multi nasional. Omzetnya triliunan.

Namun, Samuel juga memiliki hobi. Mengumpulkan informasi dan meriset bahan-bahan alami dari alam yang bisa dijadikan obat. Baik dari Indonesia, maupun mancanegara.

Tidak aneh memang, hingga saya mendengar apa yang ia yakini;

"Dunia kesehatan adalah konspirasi terbesar sepanjang sejarah," demikian ungkapnya.

Samuel tidak percaya jika dunia medis setulus apa yang kelihatan. Ada kekuatan besar di belakang perusahaan besar farmasi, sistem edukasi medis, hingga organisasi kesehatan dunia.

"Semuanya hanya milik segelintir orang saja," pungkasnya.

Samuel pun menyebutkan beberapa tokoh dunia yang namanya bisa bikin bengong. Jelas pernyataan Samuel membuat keningku bergetar. Kendati pada akhirnya diriku sendiri memutuskan untuk tidak banyak berkomentar.

Teori Konspirasi

Apa yang ditunjukkan oleh Samuel itu juga mewakili jutaan sikap orang di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Namanya adalah teori konspirasi.

Fenomena ini bukanlah hal baru. Sedari dulu sudah ada. Biasanya berkisar tentang apa yang sedang viral. Termasuk Covid saat ini.

Menurut Oxford English Dictionary; Teori konspirasi merujuk pada rencana dan niat jahat yang bersifat rahasia oleh kelompok-kelompok yang berkepentingan.

Agar semakin meyakinkan, kelompok tertentu pun dengan mudah dijadikan kambing hitam. Alasannya pun dibuat sangat "masuk akal."

Baca juga: Teori Konspirasi, Bill Gates Sudah Meninggal, Elvis Masih Hidup

Dalam kasus Samuel, ia menuduh sejumlah tokoh terkenal, lengkap dengan motifnya. Bisnis besar industri farmasi, harga obat yang semakin mahal, hingga aturan medis yang kaku, semuanya terasa "masuk akal."

Mencari faktanya? Jelas tidak mungkin, namanya juga urusan rahasia. Tidak mungkin begitu mudah tersebar di dunia maya. Makanya, banyak yang percaya.

Dari Sisi Psikologi

Dari sisi psikologi, ada juga teori yang menarik; Manusia cenderung mencari jawaban atas apa yang tidak diketahui oleh mereka.

Menyalahkan Tuhan atas segala kemalangan yang tidak bisa terjawab, terasa tidak elok. Toh, pada akhirnya, meminta ampun adalah jalan yang paling ampuh.

Jika Tuhan tidak bisa disalahkan, maka lebih mudah menyalahkan sekelompok orang yang seolah-olah sedang bersekongkol membuat hidup ini lebih kacau. Semuanya akan masuk dengan lancar dalam proses kognitif.

Para ahli mengatakan ada tiga alasan besar bagi seseorang untuk mempercayai teori konspirasi;

Alasan Epistemik; mengacu kepada keinginan manusia untuk mendapatkan kepastian di tengah kekacauan.

Alasan Eksistensial; mengacu kepada keinginan manusia untuk mendapatkan ketenangan di tengah kecemasan.

Alasan Sosial; mengacu kepada kebiasaan manusia untuk melempar kesalahan kepada orang lain.

Nah, ketiga alasan ini seharusnya sudah cukup menjelaskan mengapa Teori Konspirasi tidak akan pernah habis.

Para Penelur Teori Konspirasi

Jelas, pandemi adalah ketidakpastian. Agar tenang, jawaban pasti dibutuhkan. Jika penjelasan resmi dianggap tidak cukup, teori konspirasi pun bisa sangat berarti. 

Kendati jawaban yang disodorkan oleh sebuah Teori Konspirasi tidak terbukti, tetapi ia sudah cukup untuk membuat seseorang seolah-olah mampu mengontrol keadaan.

Dalam ketidaknyamanan, manusia juga cenderung mencari kambing hitam. Itu adalah hal yang paling sederhana agar terasa nyaman.

Sangat mudah untuk mencari benang merah antara kejadian sejarah, kondisi saat ini, dengan legenda-legenda yang beredar.

Para penelur Teori Konspirasi bagaikan penulis fiksi yang pandai menghubungkan kenyataan dan keyakinan menjadi sebuah cerita bersambung.

Peninggalan sejarah, relief purbakala, dan tanda-tanda alam tertentu pun menjadi bumbu penyedap gorengan.

Ditambah lagi, manusia tidak suka dengan hal yang jelimet. Karakteristik dari teori konspirasi adalah singkat, sederhana, dan mudah dipahami. Pas untuk mengisi apa yang ingin didengarkan.

Tidak perlu diragukan lagi, Teori Konspirasi itu sangat berbahaya. Mulai dari misinformasi, menimbulkan perpecahan dalam masyarakat, hingga menyalahkan kelompok tertentu yang tidak bersalah. 

Sejauh Mana Sebuah Teori Bisa Dikategorikan Sebagai Konspirasi?

Saya tidak memeliki defenisinya, tersebab seseorang dapat dengan mudah menuduh sebuah cerita yang diyakininya sebagai teori konspirasi.

Termasuk, ada yang pernah berkata kepadaku bahwa khasiat obat china dan jamu di Indonesia adalah bagian dari Teori Konspirasi. Konon itu hanya berdasarkan cerita dan legenda masyarakat yang belum terbukti secara medis.

Hmmm, saya tidak ingin memperpanjang kasus ini.

Bagaimana cara menyikapinya?

Terkait informasi medis, saya memiliki cara tersendiri, yakni mendengarkan saran dari seorang dokter yang saya percayai.

Dokter sahabat saya ini selalu memiliki penjelasan yang bagus dan jelas tentang dunia kesehatan. Tidak bertendensi, tidak berlebihan, dan mampu diserap oleh nalar berlogika.

Saya senang berdiskusi dengannya, karena membuat diri saya tenang dengan kenyataan sesungguhnya.

Dia tidak setuju dengan segala teori yang ditelurkan oleh dokter Lois, dan juga tidak sepaham dengan konsep Samuel sahabatku.

Tetapi, yang paling keren adalah dokter sahabat saya ini tidak antipati dengan obat china yang sering saya konsumsi. Ia memiliki pengetahuan yang cukup bagus tentang obat-obatan tradisional yang seharusnya bisa berjalan berdampingan dengan obat-obat medis lainnya.

Tentu saja, atas kasus pandemi yang sedang merebak, saya mempercayai sarannya. 

Referensi: 1 2 3

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun