"Satu pohon beringin yang tumbang, akan lebih gaduh daripada seribu rumput yang dibabat, [...]"
Seperti itulah deskripsi Jaksa Penuntut Umum, Anas Jakoeb, kepada Jusuf Muda Dalam (JMD) dalam persidangannya. Ia dikenal sebagai Menteri terkorup dalam sejarah orde lama.
JMD adalah Menteri Urusan Bank Sentral / Gubernur Bank Indonesia di era Soekarno. Ia meniti karirnya dari bawah. Mulai dari pejuang militan hingga sosok yang sukses memperbaiki wajah perbankan Indonesia.
Namun, ia juga dikenal sebagai seorang flamboyan. Isu korupsi hingga wanita cantik menghancurkan namanya dalam sekejap. Ia harus mengkahiri hidupnya dengan vonis mati.
**
Ketika JMD kuliah di Ekonomische Hoge School, Amsterdam, Perang Dunia II pecah. Sebagai mahasiswa internasional, JMD malah ikut dalam gerakan bawah tanah melawan pendudukan Jerman-NAZI di Belanda.
Begawan ekonomi, Soemitro Djojohadikusumo yang juga bergabung dalam gerakan bawah tanah tersebut menyebut JMD sebagai seorang pemuda pemberani.
Dalam bukunya, "Orang-Orang Kiri di Persimpangan Kiri Jalan," Soe Hok Gie menuliskan tentang pernyataan Soemitro ini, "JMD memilih menjadi penembak senapan mesin dan ia sukses memberondong konvoi pasukan Jerman."
Selama di Amsterdam, JMD juga aktif memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ia bergabung dengan Perhimpunan Indonesia (PI). Melalui kemampuan menulisnya, JMD ramai memberitakan revolusi Indonesia melalui harian De Waarheid, milik Partai Komunis Belanda.
Pada tahun 1956, JMD memulai kiprahnya di pemerintahan Indonesia. Ia diangkat menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat. Tugasnya adalah mengoperasikan Bank Negara Indonesia (BNI). Hanya dalam tempo tiga tahun saja, karir JMD melesat. Ia diangkat menjadi Presiden Direktur bank plat merah tersebut.
Kinerjanya bagus, karirnya moncer. Pada tahun 1963, Soekarno mengangkatnya menjadi Menteri Urusan Bank Sentral / Gubernur Bank Indonesia. Di sini ia sukses melakukan merger seluruh bank pemerintah ke dalam BNI.
Sayangnya, kehidupan pribadi JMD justru berbanding terbalik dengan prestasinya. Gemar berfoya-foya, memiliki enam istri, simpanan. Artis pula.
Dikutip dari Harian Kompas, 25 Maret 1966, "[...] setiap bulannya, para istri mendapat uang belanja 40 juta rupiah. 'Nona-nona manis' itu (istri dan simpanan JMD), diberi hadiah barang-barang mewah. [...]"
Apa yang dilakukan oleh JMD bukanlah rahasia umum lagi. JMD tidak pernah ingin menyembunyikan jati dirinya. Ia selalu tampil flamboyan dengan ditemani oleh para "nona manis."
Tak heran jika ia menjadi pesakitan utama setelah supersemar beredar. Pada 18 Maret 1966, JMD masuk dalam daftar 15 menteri yang harus diamankan.
Tanggal 30 Agustus 1966, JMD disidang. Dakwaannya meliputi subversif (terlibat G30S PKI), korupsi, penguasaan senjata api ilegal, hingga perkawinan yang dilarang undang-undang.
Soeharto yang kala itu baru saja naik tahta, membentuk Tim Penerbitan Keuangan. Mayjen R. Soerjo yang menjadi ketua tim menemukan fakta mengejutkan; "Menteri JMD telah menggelapkan uang negara sebesar 97.334.884.515 rupiah!"
Sebagai perbandingan, harga bensin 1 liter pada tahun 1968 hanyalah 16 rupiah per liter. Itu pun atas keputusan dari Presiden Soeharto yang menaikkannya dari harga sebelumnya yang hanya 4 rupiah per liter. (Buku Diantara Sahabat Pak Harto 70 Tahun, 1991:620-633).
Atas kejahatannya, JMD divonis hukuman mati.
JMDÂ jelas menolak segala dakwaan yang diberikan kepadanya, kecuali mengakui bahwa ia memang memiliki 6 istri;
"Selain dari tuduhan tentang beristri lebih dari empat orang, semua tuduhan lainnya saya tolak," ungkap JMD dalam persidangannya.
Persidangannya pun begitu riuh di zamannya, karena melibatkan beberapa artis papan atas yang datang sebagai saksi. Salah satunya artis Titik Puspa. Ia ikut terseret gegara membeli mobil bekas JMD. Syahdan isu yang tersebar, arti senior ini juga masuk dalam lingkaran simpanan Sang Menteri.
Titik lantas terbukti tak bersalah, tetapi ia harus menerima cobaan dari sebagian masyarakat yang tidak mudah memaafkan. Gelombang hujatan kepada dirinya berlangsung. Lagu-lagunya diminta untuk tidak diedarkan di RRI. Piringan hitamnya pun dilarang untuk diperjual belikan dan disimpan. (Harian Kompas 1 Oktober 1966).
Untungnya tidak berselang lama, karir Titik kembali meroket. Isunya dengan JMDÂ malah membuat jumlah permintaan show meningkat tajam.
"[...] Seluruh daerah dari Sabang sampai Merauke memanggil saya menyanyi. Saya berpikir positif saja, Tuhan memberikan rezeki lewat cobaan ini," ungkap Titik Puspa dikutip dari buku karya Alberthiene Endah, A Legendary Diva (2008, hal 197).
Titik bukan satu-satunya. Masih banyak lagi selebriti yang terlibat. Sebagian menjadi saksi, sebagian lagi tidak. Namun, rumornya terlalu masif, sehingga hampir semua selebriti wanita dicurigai pernah menjadi simpanan.
Hujatan masyarakat pula yang membuat semua istri JMD minta cerai. Selama di penjara, hanya Sutiasmi, istri pertamanya saja yang setia menjenguknya seminggu sekali.
Setelah kasasi atas hukumannya ditolak oleh Mahkamah Agung, JMD hanya menunggu waktu ekseskusi. Namun, semua tidak pernah terjadi. JMD meninggal dunia pada tahun 1976 setelah menderita tetanus.
**
Sebelum dirinya ditangkap pada 18 Maret 1966, Hasjim Ning, seorang pengusaha terkenal di era Soekarno pernah menawarkannya untuk melarikan diri ke luar negeri.
Akan tetapi, JMD dengan tegas menolaknya;
"Dengan meninggalkan Bung Karno? Tidak, aku sudah tahu akan ditangkap. Aku tahu alasan aku ditangkap. Tidak apalah, setidaknya aku akan diketahui sebagai orang yang tidak mau meninggalkan pemimpinnya."
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H