Kinerjanya bagus, karirnya moncer. Pada tahun 1963, Soekarno mengangkatnya menjadi Menteri Urusan Bank Sentral / Gubernur Bank Indonesia. Di sini ia sukses melakukan merger seluruh bank pemerintah ke dalam BNI.
Sayangnya, kehidupan pribadi JMD justru berbanding terbalik dengan prestasinya. Gemar berfoya-foya, memiliki enam istri, simpanan. Artis pula.
Dikutip dari Harian Kompas, 25 Maret 1966, "[...] setiap bulannya, para istri mendapat uang belanja 40 juta rupiah. 'Nona-nona manis' itu (istri dan simpanan JMD), diberi hadiah barang-barang mewah. [...]"
Apa yang dilakukan oleh JMD bukanlah rahasia umum lagi. JMD tidak pernah ingin menyembunyikan jati dirinya. Ia selalu tampil flamboyan dengan ditemani oleh para "nona manis."
Tak heran jika ia menjadi pesakitan utama setelah supersemar beredar. Pada 18 Maret 1966, JMD masuk dalam daftar 15 menteri yang harus diamankan.
Tanggal 30 Agustus 1966, JMD disidang. Dakwaannya meliputi subversif (terlibat G30S PKI), korupsi, penguasaan senjata api ilegal, hingga perkawinan yang dilarang undang-undang.
Soeharto yang kala itu baru saja naik tahta, membentuk Tim Penerbitan Keuangan. Mayjen R. Soerjo yang menjadi ketua tim menemukan fakta mengejutkan; "Menteri JMD telah menggelapkan uang negara sebesar 97.334.884.515 rupiah!"
Sebagai perbandingan, harga bensin 1 liter pada tahun 1968 hanyalah 16 rupiah per liter. Itu pun atas keputusan dari Presiden Soeharto yang menaikkannya dari harga sebelumnya yang hanya 4 rupiah per liter. (Buku Diantara Sahabat Pak Harto 70 Tahun, 1991:620-633).
Atas kejahatannya, JMD divonis hukuman mati.
JMDÂ jelas menolak segala dakwaan yang diberikan kepadanya, kecuali mengakui bahwa ia memang memiliki 6 istri;
"Selain dari tuduhan tentang beristri lebih dari empat orang, semua tuduhan lainnya saya tolak," ungkap JMD dalam persidangannya.