Masyarakat Jepang juga memiliki stigmanya. Membeli Akiya melambangkan kegagalan. Pasangan muda di Jepang akan menjadikannya pilihan terakhir.
Para anak muda baru dianggap hebat jika mereka bisa memiliki rumah di Kawasan kota yang ramai. Kendati harganya sudah "tak kebeli," karena sudah mencapai angka sekitar 11 miliar rupiah.
Dengan sedemikian banyaknya rumah tak berpenghuni, problema ini akhirnya menjadi isu nasional.
Kondisi Akiya pada umumnya adalah rumah lama. Usianya berkisar antara 20 hingga 30 tahun. Beberapa di antaranya juga dibangun asal-asalan. Tidak tahan gempa dan strukturnya tidak sehat.
Fenomena rumah kosong ini tidak saja terdapat di pedesaan, tapi juga di kota besar. The Japan Times melaporkan 1 dari 10 rumah di Tokyo, saat ini adalah Akiya.
Untuk menyiasati ketertarikan masyarakat Jepang terhadap Akiya, pemerintah daerah sudah melakukan banyak hal. Di antaranya adalah memberikan subsidi renovasi rumah hingga pajak pembelian rumah yang murah. Â
Bahkan di desa Okutama yang terletak dua jam dari Tokyo, pemerintah daerah menawarkan biaya sewa yang murah bagi peminat. Mereka bisa menyewa selama 15 tahun dan setelah itu, rumah tersebut akan jadi milik mereka.
Aturan baru juga ditetapkan. Kepemilikan rumah bisa diperoleh orang asing. Dengan visa turis, visa pelajar, atau kunjungan sementara, siapa pun bisa membelinya.
Namun, tentu lebih baik jika Anda memiliki izin tinggal atau setidaknya sedang bersekolah atau bekerja di sana.
Dengan demikian, pada kunjungan berikut, saya mungkin tertarik untuk membeli satu unit. Harga 4 dollar Amerika cukup pantas untuk satu unggahan di medsos.
"Usia 23 tahun, saya sudah bisa beli rumah di Jepang."