Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lukisan Kutukan Sang Gadis Malang

19 Juni 2021   06:40 Diperbarui: 20 Juni 2021   18:45 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Lukisan gadis dalam kebaya hijau karya M.Thamdjidin dalam koleksi seni rupa Istana Kepresidenan. Sumber: lifestyle.bisnis.com

Untuk beberapa saat Aryo tidak bisa bergerak. Matanya terpaku pada sebuah lukisan. Seorang perempuan dalam balutan kebaya. Rambutnya tersanggul rapi, ala wanita Jawa zaman dulu.

Lukisan itu terletak di lantai, bersandar ke tembok. Di pojok ruangan, bercampur dengan barang dagangan lainnya.

Aryo baru tiba di kota Malang, sebagai orang penting di perusahaannya. Ia menginap di sebuah hotel, yang juga setengah museum. Malam itu, ia berada di lobby hotel, dekat dengan pojok yang menjual suvenir.

Di sanalah Aryo melihat lukisan itu. Tidak ada yang terlalu istimewa dengannya. Besarnya hanya seukuran foto 10R. Seperti membeku, model dalam lukisan berada kaku.

Namun, Aryo masih belum bergerak. Wanita dalam lukisan itu adalah Widya. Aryo meyakininya.

**

Pikirannya kembali kepada kejadian 15 tahun lalu. Aryo masih muda, dan sangat ambisius. Ia lulusan sebuah universitas terkenal Indonesia. Jurusan arsitektur adalah pilihannya.

Dengan talentanya, perusahan multi nasional tempat ia bekerja dengan mudah menerimanya. Dengan kelihaiannya, jabatan project manager dengan mudah diraihnya.

Mr. Gupta adalah seorang expat dari India. Ia adalah Country Manager dan sekaligus penentu karir Aryo. Perutnya buncit, pandai berbicara, tapi tidak terlalu paham Indonesia.

Di perusahaan tempat Aryo bekerja, ada dua project manager lainnya. Masing-masing bertanggung jawab atas tender yang sudah dimenangkan oleh perusahaan.

Kendati Mr. Gupta selalu berpesan agar menjaga kekompakan, sikut-menyikut tak ayal terjadi. Ukuran proyek menentukan karir dan komisi. Persaingan keras, politik pun kelewat batas.     

Aryo sadar, sekadar ilustrasi atau setakar dedikasi tidaklah cukup untuk memenangkan hati Mr. Gupta. Usaha ekstra harus dilakoni

Si bos ini punya hobi yang sudah menjadi rahasia umum. Wajah bening dan bodi seksi adalah kegemarannya.

Rosa, sekretarisnya sudah tampil bak etalase berjalan. Rok mini dan baju minim menjadi seragam tak resmi.

Sementara Revis, anak customer service sudah terlalu sering menangis. Menjadi bulan-bulanan sang bos atas sebuah alasan pasti; takut dipecat.

Aryo bertalenta, ia mampu menjadi apa saja. Termasuk menjadi muncikari bagi sang penentu kebijakan.

Umpan pertamanya berhasil. Kara, adalah seorang gadis yang tidak baik-baik saja. Wajahnya sebenarnya polos, dengan kacamata minus. Tapi, rela menjadi jongos demi fulus.

Cerita yang harus dilakoni, Kara adalah seorang mahasiswi S2 yang tidak punya duit untuk lulus. Mendambakan seorang ayah, tapi manis seperti gula. 

Aryo pun memperkenalkan Kara dengan Mr. Gupta. Kadang cinta memang tidak butuh hati. Imajinasi menambah gelora petualangan satu malam. Kara adalah upeti bagi Gupta, demi mulusnya karir Aryo.

Namun, Gupta tidak pernah puas. Setelah bosan dengan Kara, ia masih meminta lagi.

Hingga akhirnya Widya bergabung dengan perusahaan. Tubuh mungil, tidak banyak bicara. Wajah polos, tidak banyak berdandan.

Sebagai pegawai dengan masa percobaan, gadis asal kota Malang ini mencoba untuk menjadi yang terbaik. Ia tidak ingin hidupnya di ibukota berakhir malang.  

Tidak ada yang memperhatikan sang gadis polos itu. Tidak ada pula yang keberatan dengan kehadirannya. Ia hanyalah seorang pegawai kecil di dalam perusahaan besar.

Kecuali Gupta...

Nafsu bejatnya muncul. Widya yang lugu hendak ia taklukkan. Kuda binal terasa mudah, Gupta ingin mencicipi gadis baik-baik, dan Aryo pun diberikan tugas.

"You bisa atur?" Tanya Gupta singkat.

Dengan ambisinya, Aryo menyanggupinya. Ia tidak lagi berpikir waras, tidak ada lagi nurani dalam naluri.

Aryo pun mendekati Widya. Kebetulan mereka berada dalam grup proyek yang sama.

Bunga yang baru mekar membutuhkan kumbang. Lelaki idaman yang baik dan penuh perhatian. Setelah beberapa kali pendekatan, Widya mulai jatuh hati dengan seniornya. Aryo kelihatan baik dengan perhatiannya.

Namun, bagi Aryo cinta hanyalah ilusi. Tidak perlu ada hingga ia berhasil mengumpulkan pundi-pundi. Masih banyak wanita di luar sana yang bisa ia taklukkan. Widya terlalu mudah untuk ditangani.

Satu-satunya alasan ia "mencintai" Widya, adalah demi kejayaan. Nafsu bejat Mr. Gupta adalah kunci kemenangan.

Widya harus ia beri pelajaran. Memaksanya matang, agar ia tahu beratnya kehidupan ibu kota. Toh, persekot dari Gupta akan membantunya melewati gelapnya malam.

Cinta di mulut tak sama dengan di hati. Sayang bagi widya tidak sesuci hati Aryo.

"Aku akan menikahimu Widya," Aryo mengucapkan janji manis demi jabatan general manager. Sang putri hanya tersenyum melihat pangeran masa depannya.

Akhirnya mereka pun memadu kasih. Dipesanlah sebuah hotel bintang lima. Biayanya akan dibayar oleh Gupta.

Stik dan wine menambah romantisnya malam. Dari lantai teratas, pemandangan ibu kota terlihat temaram. Bulan tersenyum sinis kepada Aryo, tapi ia menangis untuk Widya.

Malam semakin larut, saat Widya tak sadarkan diri. Obat penenang yang Aryo tuangkan dalam gelasnya, adalah bunga melati sesajen bagi iblis yang akan memangsa.

Gupta telah menunggu dalam kamar 616. Menyeringai seram melihat tubuh mungil Widya yang terbalut gaun malam.

Ketika sang gadis tergeletak tak berdaya, Aryo pergi meninggalkan mereka. Aryo telah merebut hati gadis malang itu, kini giliran Gupta yang akan merengut sang perawan.

Keringat dan darah menambah bejatnya malam. Dari lantai atas, ibukota terlihat pucat. Bulan tersenyum menyeringai kepada Gupta, tapi ia berteriak untuk Widya.

**

Keesokan harinya aktivitas berjalan normal. Gupta masuk lebih cepat dengan wajah yang puas. Widya tak berada di kursinya. Masuk tanpa izin yang tidak perlu diberi peringatan. Mr. Gupta tidak mungkin marah.

Keesokan harinya lagi aktivitas masih terasa normal. Widya belum menampakkan batang hidungnya. Kursinya masih kosong tanpa berita.

Hingga sore hari, berita malang datang dari yang tersayang. Kabar buruk bagi hati yang busuk.

Widya bunuh diri meminum racun serangga di rumahnya, di kota Malang.

**

Aryo masih terdiam. Ia baru sadar ketika Jay atasannya menyapanya. Jay adalah bule Amerika yang menggantikan posisi Gupta sebagai Country Manager.

"Are you okay, Aryo?" tanya Jay

"Yes sir, I am fine, just a bit..." Aryo tak melanjutkan kata-katanya.

Ia melihat ke sekelilingnya. Seorang wanita di meja kasir memandangnya. Siap menjawab pertanyaan dari wajah yang tampak bingung.

"Mba, lukisan ini datang dari mana?" Aryo bertanya.

"Oh, kurang jelas pak, tapi pelukis lokal memang sering menitipkan lukisan mereka untuk dijual," jawab sang kasir.

Perasaan Aryo masih bergejolak. Perasaan bersalah 15 tahun lalu kembali menghampirinya. Ia memutuskan untuk mencari angin segar. Keluar ruangan menyalakan sebatang rokok.

Asap mengepul ketika seorang kakek datang menghampirinya. Wajahnya pucat dengan blangkong di atas kepalanya.

"Nak, lukisan itu tak dijual. Ia menunggumu hadir di sampingnya," sang kakek berkata tanpa ekspresi.

Aryo masih terdiam, sampai ia sadar jika sang kakek tak lagi di sana.

Kuduknya berdiri, angin malam terasa menghujam urat nadinya. Aryo berjalan linglung. Menuju ke arah jalan raya yang masih ramai di tengah malam.

Jay sedang duduk di teras depan hotel. Menikmati cerutu sambil membaca koran. Ketika ia melihat para karyawan dan tamu hotel berlarian menuju jalan raya.

Tubuh Aryo tergeletak bersimbah darah. Ia mati di tempat ditabrak mobil yang entah lari ke mana.

**

Dua tahun berlalu, seorang lelaki tidak bisa bergerak. Matanya terpaku pada sebuah lukisan yang tergeletak di lantai, bersandar ke tembok, bercampur dengan barang dagangan lainnya.

Seorang perempuan dalam balutan kebaya. Rambutnya tersanggul rapi, ala wanita Jawa zaman dulu. Di sampingnya ada seorang lelaki dalam pakaian adat Jawa.

Lelaki itu baru tiba di kota Malang. Berlibur bersama keluarganya, mengunjungi tempat yang pernah ia singgahi 17 tahun sebelumnya.

Mereka memilih sebuah hotel, yang juga setengah museum. Malam itu, ia berada di lobby hotel.

Ada sebuah pojok yang menjual souvenir. Ramai oleh turis dari mancanegara. Namun, sang lelaki masih terpaku diam. Wajah dalam lukisan kelihatan familiar. Bekas bawahannya yang konon sudah meninggal.

Ia baru sadar ketika istrinya menyapanya;

"Are you okay, Gupta?" Sapa istrinya.

"Yes honey, I am fine, just a bit..." Gupta tak melanjutkan kata-katanya.

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun