Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Siapa Penganut Agama Buddha, Berapa umatnya, dan Bagaimana Nasibnya?

26 Mei 2021   04:32 Diperbarui: 26 Mei 2021   04:41 2746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siapa Penganut Agama Buddha, Berapa Umatnya, dan Bagaimana Nasibnya? (liputan6.com)

Haru Raya Waisak 2021 jatuh pada tanggal 26 Mei. Seluruh umat Buddha merayakannya dengan penuh hikmat.

Waisak sendiri memiliki makna sebagai Trisuci Waisak. Menandai tiga peristiwa penting dalam ajaran agama Buddha, yakni;

Kelahiran Pangeran Sidharta, Pencapaian sempurna Sang Buddha, dan Wafatnya Buddha Gautama.

Di Indonesia, Buddha adalah salah satu dari 6 agama yang diakui. Jumlahnya tak banyak, meskipun sejarah mencatat jika di Nusantara, agama Buddha pernah tumbuh pesat di abad ke-7,8, dan 9 Masehi.

Sementara di dunia, Buddha menempati urutan ke-5 terbesar, dengan 506,9 juta penganut. Urutan pertama ditempati oleh Kristen dan Katolik (3,2miliar). Disusul dengan Islam (1,9miliar), Non-afiliasi (1,2miliar), dan Hindu (1,16miliar).

Data tersebut diterbitkan oleh PEW Research Centre pada tahun 2020. Sebuah lembaga pemikir non-partisan Amerika Serikat yang berpusat di Washington, D.C.

Pertumbuhan Agama Buddha yang Stagnan di Seluruh Dunia

Pada tahun 2010, lembaga ini menerbitkan sebuah data yang cukup menarik. Bersama International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA), mereka menerbitkan sebuah proyeksi demografis umat beragama pada tahun 2050 nanti.

Dengan data tersebut, kita bisa menelesuri bagaimana pertumbuhan umat beragama di seluruh dunia nantinya. Basis data yang digunakan cukup bervaiasi. Mencakup data usia, kelahiran, kematian, migrasi, dan perpindahan agama.

Hasilnya, hampir semua kelompok agama akan mengalami penambahan populasi dalam beberapa dekade ke depan. Namun, yang disebut paling signifikan adalah agama Islam. Mencapai 72% dalam empat dekade mendatang.

Jika terjadi, maka populasi Muslim akan hampir sama dengan jumlah penganut Nasrani, yaitu 2,92miliar di tahun 2050.

Sebaliknya, angka umat Buddha di seluruh dunia pada 2050 akan berkurang.  Jumlahnya kurang lebih sama dengan populasi pada tahun 2010, yakni 0,50miliar saja.  

Data dari PEW menyebutkan ada dua penyebab utama, yakni; 1) Fertilitas (tingkat kelahiran) yang rendah dan 2) Populasi yang menua. Tiga negara dengan penganut agama Buddha terbanyak menjadi patokannya, yakni; 1) China, 2) Jepang, dan 3) Thailand.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Penganut agama Buddha berada pada urutan ke-5 dari 6 agama resmi. Namun. Sejak tahun 1971 hingga 2010, proporsinya menunjukkan angka yang stagnan.

Hasil sensus BPS pada tahun 1971 menunjukkan angka 0,92 persen dari total penduduk Indonesia beragama Buddha. Satu dekade kemudian di tahun 1980, jumlahnya naik menjadi 0,96 persen.

Pada tahun 2000, angka ini naik mencapai 1,1 persen. Namun, tiga dekade peningkatan berbanding terbalik dengan hasil sensus pada tahun 2010.

Di tahun ini, terjadi penurunan yang cukup besar. Hanya tersisa 0,72persen dari total penduduk, alias 1,7 juta jiwa dibandingkan dengan 2,3 juta jiwa di tahun 2000.

Namun, harus diingat bahwa data yang disajikan pada tahun 2000 dan 2010 juga memiliki basis yang berbeda.

Agama Konghucu dan Taoisme masih tercatat sebagai agama Buddha di tahun 2000. Barulah pada tahun 2008, kedua penganut agama dan keyakinan ini dihitung secara terpisah.

Akan tetapi, penurunan tetap terjadi di Indonesia. Karakterisitiknya memiliki kemiripan dengan data PEW untuk dunia.

Penyebab utamanya karena agama ini dianut oleh kebanyakan masyarakat berusia lanjut. Angkanya adalah sekitar 24,82 persen. Bandingkan dengan penganut agama Islam, kelompok usia di atas 50 tahun hanya 16,04 persen. Sementara Kristen sebesar 14,36 persen dan Katolik sebesar 15,64 persen.

Persebaran Umat Buddha di Indonesia

Yang terbanyak adalah di DKI Jakarta. Jumlahnya sebesar 317.000 jiwa.  Sementara, daerah yang paling sedikit penganut agama Buddha di Indonesia adalah Maluku Utara dengan total 90 orang.

Daerah kedua setelah Jakarta adalah Sumatera Utara. Totalnya mencapai 303.000 jiwa.

Khusus untuk provinsi ini, kota Medan menempati urutan pertama dengan total 184.000 jiwa. Disusul dengan Deli Serdang. Sementara hanya dua daerah yang tidak ada penganut agama Buddha, yaitu Nias dan Pakpak Bharat.

Setelah Sumatera Utara, provinsi Kalimantan Barat menyusul pada urutan ke-3. Totalnya mencapai 237 ribu jiwa. Daerah ini didominasi oleh umat Buddha dari Pontianak dan Singkawang.

Di Pontianak sebesar 66 ribu dan Singkawang sebesar 55 ribu jiwa. Di Singkawang, penganut agama Buddha malah menempati urutan kedua setelah Islam dengan komposisi sebesar 29,7 persen.

Kota Singkawang memang dikenal dengan kota seribu kelenteng. Faktor budaya menjadi unsur pesatnya perkembangan agama Buddha di kota ini. Hal ini bisa terlihat dari pertumbuhan vihara.

Pada tahun 2012, jumlah vihara hanya sebesar 23 buah saja. Empat tahun sesudahnya, pada 2016, jumlah vihara tumbuh menjadi 60 buah.

Komposisi Demografis

Dari komposisi demografis pemeluk agama Buddha, kita bisa mengambil beberapa kesimpulan.

(1) menurunnya penganut agama Buddha, karena proses regenerasi. Agama yang dianut oleh para orangtua ini sepertinya tidak menurun kepada generasi-generasi selanjutnya.

(2) Munculnya Konghucu sebagai agama ke-6 yang diakui di Indonesia, membuat data agama Buddha terpecah di tahun 2010.

(3) DKI Jakarta menjadi penyumbang umat Buddha terbesar di Indonesia, karena Ibu kota adalah kota yang terpadat penduduknya.

(4) Provinsi Sumatera Utara dan Kalimantan Barat menjadi urutan provinsi kedua dan ketiga, disebabkan karena jumlah penduduk Tionghoa yang cukup banyak di daerah ini. Sementara penganut agama Buddha memang kebanyakan dari etnis Tionghoa.

Apakah Ada yang Perlu Dikhwatirkan?

Meskipun stagnan dan cenderung berkurang, menurut penulis, kondisi ini bukanlah masalah yang terlalu serius.

Kenyataannya, keragamaan itu ada. Lagipula, agama Buddha tidak pernah mempermasalahkan perbedaan agama.

Menjadi umat Buddha yang baik, tidak membutuhkan casing untuk dipamerkan. Sepanjang seseorang mampu menjaga empat sifat luhur, yaitu Metta (cinta kasih), Karuna (Kasih Sayang), Mudita Cita (Empati dan Simpati), serta Upekkha (Keseimbangan Batin), maka dengan sendirinya ia telah menjalankan praktik Dhamma yang baik.

Baca juga: Mengapa Umat Buddha Tidak Membunuh Nyamuk?

Toh, pada akhirnya agama adalah pilihan. Selama Anda mampu mempraktekkan ajaran tersebut dengan baik, maka itu adalah baik adanya.

Jika semua baik adanya, untuk apa mempermasalahkannya lagi. Daripada ribut-ribut, hidup toleransi dalam kebersamaan adalah hal yang lebih sederhana.

Kutipan dari Prasasti Batu Kalingga No. XXII Raja Asoka yang memeluk agama Buddha pada abad ketiga sebelum masehi, mewakili hal ini;

"Barangsiapa menghina agama orang lain, dengan maksud menjatuhkan agama orang lain, berarti ia telah menghancurkan agamanya sendiri"

Semoga cahaya Waisak menyertai Anda sekeluarga. Mengalahkan amarah dan benci dengan mengembangkan Metta dan Karuna. Selamat Hari Raya Waisak.

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun