Di dalam ruang tamunya, terpajang ratusan foto wajah. Mereka adalah para jomlo. Beberapa bahkan sudah memudar dengan pakaian model lama dan rambut model bob.
Namanya Zhu Fang. Selama 50 tahun ia telah menekuni pekerjaan sebagai mak comblang. Bahkan di usianya yang 75 tahun saat ini, masih banyak yang datang membutuhkan jasanya.
Di Beijing, ia terhitung sebagai salah satu mak comblang papan atas. Rekornya mengagumkan. 1667 pernikahan telah terjadi di tangannya. Atau rata-rata 2,78 pasangan dalam sehari selama 50 tahun.
Dalam tradisi China, perkawinan selalu didominasi oleh budaya patriarki. Seringkali seorang wanita dipaksa untuk menikah dengan lelaki yang tidak ia cintai.
Namun, sejak dulu, Zhu Fang tidak berprinsip demikian. Baginya pernikahan harus melibatkan cinta. Inilah yang menjadi kunci kehebatan kakek Zhu sebagai seorang mak comblang.
"Jodoh yang baik adalah sesuatu yang tidak bisa didapatkan dari mesin."Â Pungkasnya, dikutip dari sumber (cnn.indonesia.com).
Lagipula, ada sisi negatif dari mesin pencari jodoh. Ajang pencarian jodoh menjadi tidak terlalu serius lagi.
Dengan kemudahan sentuhan jari di tangan, pernikahan seolah bukan hal sakral. Bahkan ada yang menjadikannya sebagai ajang pencari cinta semalam.
Kliennya kebanyakan adalah orang-orang tua yang ingin mencari jodoh buat anaknya. Tapi, ada juga anak-anak muda yang datang berhadapan dengan Zhu sendiri.
Salah satunya adalah Joyce Gao, seorang professional keuangan di usia 30an awal. Ia berharap bisa menemukan seorang lelaki yang semangat dan memiliki etos kerja yang kuat.
Gao mengakui lebih senang cara tradisional kakek Zhu. Baginya lebih menyenangkan daripada aplikasi perjodohan daring.
Off-line lebih nyata, dan menjadikan diri lebih manusiawi. Ada semacam perasaan berdebar-debar, jika ada lelaki yang ingin dikenalkan oleh sang kakek.
Bagi orang China, pernikahan adalah urusan keluarga. Menjadi mak comblang adalah bagian dari "pelayanan publik."
Kakek Zhu sangat terinspirasi dengan slogan politik pemimpin komunis China, Mao Ze-dong: "Melayani Rakyat."
**
Kakek Zhu memulai karirnya secara kebetulan. 50 tahun yang lalu, China belum semodern sekarang. Rakyat hidup di tengah isolasi. Semuanya harus bekerja keras. Tidak ada waktu untuk berpacaran.
Suatu hari, seorang teman kerjanya di pabrik kaca, meminta Zhu untuk mencarikan jodoh baginya. Ia berhasil.
Beberapa kawan lain pun menyusul. Zhu berhasil lagi. Lama kelamaan, semakin banyak yang datang memintanya, dan Zhu pun ketagihan.
Sementara, kehidupan pernikahannya juga melalui perjodohan. Zhu dijodohkan pada istrinya oleh tetangganya. Mereka menikah di tahun 1969.
Namun, di zaman sekarang, kliennya lebih memedulikan status. Perbedaan terjadi. Orang dulu lebih mengutamakan moral daripada pendapatan. Tidak lagi di zaman sekarang.
Hal ini membuat Zhu harus bekerja sedikit lebih keras dengan mencari tahu keinginan dan latar belakang para kliennya.
Meskipun berhasil menjodohkan ribuan orang, Zhu juga mengaku seringkali gagal.
"Banyak foto yang masih di sana (tembok rumahnya) sudah lama sekali," ujar kakek Zhu dikutip dari sumber (breakingasia.com).
Kendala "Tiga Tinggi" bagi Wanita
1) Tinggi Pendidikan, 2) Tinggi pendapatan, dan 3) Tinggi badan.
Menurut sang kakek, tinggi badan menjadi sebuah problema fisik. Namun, tinggi pendidikan dan tinggi pendapatan adalah problema sosial.
Kendati mereka menginginkan jasa Zhu, Wanita ini tidak terlalu memedulikan hasilnya. Bagi mereka, mending tidak kawin daripada menemukan lelaki yang tidak sesuai standar.
Menurunkan Standar
Nasehat yang paling sering diberikan kepada kliennya adalah menurunkan standar. Ia berpengalaman melihat bagaimana potensi seseorang berkembang dengan sangat cepat usai pernikahan.
"Jika Anda adalah seorang Bintang Lima, cobalah untuk mencari pasangan Bintang Empat," pungkasnya dikutip dari sumber (intisari.grid.id)
Ada pula permintaan yang terlalu spesifik. Ini juga terkadang menyulitkan kakek Zhu. Seorang wanita kadang menginginkan pria yang suka puisi, karena ia menyenangi puisi.
Kakek Zhu tidak menolak. Tapi, dengan sabar ia memberikan nasehat. Menentukan prioritas kualitas itu penting. Tidak terlalu lebar, tapi tidak terlalu sempit. Pada akhirnya, mencari jodoh adalah menerima kelebihan dan kekurangan.
"Jika kamu tak memiliki sikap yang baik, jangan harap bisa menemukan pasangan," ujar sang mak comblang ini.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H