"Hampir semua adalah pemuda kampung, pakaian mereka juga mencerminkan kemiskinan," pungkas Hario Kecik yang dikutip dari sumber (detik.com).
Selang beberapa bulan, Hario Kecik selalu berada di garis depan, Surabaya. Menghadapi musuh yang ingin merebut kembali kedaulatan NKRI. Ia adalah pejuang bangsa. Tidak ada rasa takut. Terkena serpihan bom pun tidak membuatnya sakit.
Hario Kecik tidak pernah sakit, kecuali sakit hati ketika pemerintah memperlakukannya dengan tidak adil.
**
Akhir Januari 1965. Hario tak menyangka jika itu adalah penerbangan terakhirnya sebagai tentara Indonesia. Kala itu ia berpangkat Mayor Jenderal. Pernah juga bertugas sebagai Panglima Kodam Mulawarman di Kalimantan.
Kepergiannya ke Soviet dalam rangka belajar. Menteri Panglima Angkatan Darat, Jenderal Ahmad Yani yang menugaskannya. Ia dijanji kenaikan pangkat setelah selesai menuntut ilmu.
Perjalanan ke Moscow terasa nyaman dengan suguhan kaviar dan ikan sturgeon. Seteguk vodka melengkapi nikmatnya santapan. Hario terlelap hingga pesawat mendarat di Moscow.
Tugas belajarnya bukanlah yang pertama. Hario Kecik termasuk perwira dengan karir yang gemilang. Sebelumnya ia sudah sering ke Soviet maupun Amerika Serikat. Sebagai perwira yang mendapat fasilitas memperdalam ilmu militer.
**
Delapan bulan menuntut ilmu di Akademi Militer Suworov, Hario mendapat kabar mengejutkan. Ahmad Yani beserta beberapa Jenderal sahabatnya tewas dibunuh.
Pemberontakan PKI membuat nasib Moscow-Jakarta membuat Hario Kecik seperti  anak ayam kehilangan induknya. Ia tidak pernah dihubungi oleh garis komando Angkatan Darat di Indonesia. Bahkan ketika pendidikannya berakhir, ia masih tetap tidak mendapatkan perintah untuk kembali ke Indonesia.