"Besarnya hingga 1 juta dollar Amerika ke Masyumi untuk pemilu pertama Indonesia," dikutip dari buku karya Weiner yang pernah diterbitkan Gramedia Pustaka Utama tahun 2008.
Masyumi menjadi pilihan karena dianggap cukup lantang bersuara melawan PKI. Amerika mengharapkan dana yang digelontorkan dapat membatasi gerakan PKI dan menjadi pengawas dalam pemerintahan Soekarno.
Kendati demikian, Masyumi tidak memperoleh hasil yang menggembirakan. Mereka hanya berada pada posisi nomor dua di bawah PNI. Keterlibatan Amerika ini gagal dalam meredam popularitas Soekarno kala itu.
Menyusupkan Agen CIA Cantik
Gagal dengan cara melalui demokrasi, Amerika kemudian menggunakan cara yang kotor. Biro rahasia ini menugaskan dua wanita cantik sebagai mata-mata ke dalam Istana Negara.
Yang pertama adalah seorang gadis cantik berusia 20 tahunan. Tingginya 170cm dengan bodi yang aduhai.
Guntur Soekarnoputra dalam bukunya, "Bung Karno, Bapakku, Kawanku, Guruku," menggambarkan sosok agen rahasia tersebut sebagai;
"Kulit kuning mulus, rambut hitam kecoklatan, bibir merekah, hidung mancung, pinggul berkembang subur, serta paha dan betis laksana Ken Dedes,"Â ujar Guntur.
Gadis tersebut menyamar sebagai seorang mahasiswi yang ingin belajar tentang kebudayaan Indonesia. Daya upaya dilakukan, sang gadis berhasil menarik perhatian Soekarno.
Untungnya tidak ada kejadian yang lebih jauh. Adalah Ayub Khan, Presiden Pakistan saat itu yang membocorkan rahasia kepada Bung Karno, bahwa sang mahsiswi adalah agen CIA. Sang mata-mata pun diusir dari Istana.
Agen kedua tertulis dalam buku karya Willem Oltmans, "Bung Karno Sahabatku." Namanya adalah Pat Price. Tertulis bahwa perkenalan Pat dengan Soekarno terjadi pada sebuah lawatan Soekarno ke Mesir.
Pat mengutarakan keinginannya untuk menulis buku tentang Indonesia kepada Bung Karno. Tidak memerlukan waktu lama, Soekarno langsung menyambutnya dengan positif.