Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masa Tua Kapolri Hoegeng, Menyanyi dan Melukis untuk Mencari Nafkah

11 Mei 2021   04:40 Diperbarui: 11 Mei 2021   04:42 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masa Tua Kapolri Hoegeng, Menyanyi dan Melukis untuk Mencari Nafkah (rizkypriatna.wordpress.com)

Kapolri Hoegeng Iman Santoso diberhentikan dari jabatannya pada tahun 1971. Konon kasus penyelendupan mobil mewah, pemerkosaan Sum Kuning, dan penembakan Rene Louis Conrad, yang jadi pemicu-pemicunya.

Baca juga: Misteri Pemerkosaan Sum Kuning, Titah Presiden hingga Dicopotnya Kapolri

Belum selesai menuntaskan kasus-kasus pelik tersebut, Hoegeng diganti dengan alasan peremajaan. Namun, Kapolri baru, Mohammad Hasan, justru lebih tua dari dirinya.

Beredar rumor jika kasus yang sedang ditangani oleh Hoegeng terlampau banyak melibatkan penggede negeri. Khususnya kasus Robby Tjahjadi yang melibatkan sejumlah pejabat militer. Demi alasan "keamanan," pemerintah pun "menyingkirkan" Hoegeng.

Baca juga: Robby Tjahjadi, Penyelundup Mobil Mewah yang Melengserkan Kapolri Hoegeng

Salah satunya adalah melalui tawaran menjadi duta besar. Tapi, Hoegeng menolaknya. Ia lebih senang berkarya sebagai seniman. Menjadi penyanyi Hawaiian.

The Singing General, demikian yang tersemat padanya. Ia mengharapkan menikmati masa pensiunnya dengan damai. Mengisi acara di radio Elshinta dan kerap masuk TVRI.

Sebagai mantan Kapolri, rakyat Indonesia terhibur. Dari pengayom masyarakat, Hoegeng menjadi penghibur masyarakat.

Hingga suatu waktu, Hoegeng pergi naik bajaj menghadiri pertemuan dengan beberapa tokoh nasional. Petisi 50 pun ia tandatangani sebagai bentuk keprihatinan atas kepemimpinan Soeharto.

Petisi 50 adalah salah satu bagian dari sejarah di orde baru. Tokoh yang menandatanganinya terdiri dari para pejuang kemerdekaan. Isinya ingin meluruskan Pancasila yang dianggap telah disalahtafsirkan oleh Soeharto.

Adapun pengakuan Soeharto lewat bukunya, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya,  ia memberikan pernyataan mengenai petisi 50;

"Sesungguhnya saya gembira jika ada oposisi terhadap saya, dengan syarat ia adalah oposisi yang loyal. Tetapi apa yang dilakukan oleh mereka yang menamakan dirinya Petisi 50 itu, tidak saya sukai, [...]"

Hoegeng adalah salah satu pejuang. Namun, kontribusinya dianggap kecil. Di awal revolusi, ia pernah menjadi polisi tentara laut dan ditangkap Belanda pada tahun 1948.

Namun, baginya sendiri, ia lebih bangga dengan gelar Polisi Jujur. Setidaknya masih berjuang di masa pasca kemerdekaan.

"Jauh lebih penting ari sekedar label pejuang, seperti para penandatangan Petisi 50 lainnya," ungkap Hoegeng.

Resiko pun diterimanya. Satu dekade acara yang diisi kemudian diberhentikan oleh pihak TVRI. Hawaiian Seniors diganti dengan siaran musik nasional. Alasannya, musik Hawaiian dianggap sebagai budaya asing.

Radio Elshinta juga ikut-ikutan. Hoegeng tak banyak lagi diundang.

"Lha, yang benar saja, apa bukan karena saya menandatangani Petisi 50?" Tanya Hoegeng kepada penelpon.

"Kok Bapak tahu?" Suara jawaban dari seberang telpon.

Masih penasaran, Hoegeng kemudian bertanya kepada Ali Moertopo, Menteri Penerangan di masa itu;

"Li, kenapa acara Hawaiian Seniors dihentikan"

Ali Moertopo lantas memeluk Hoegoeng, "Wis, Mas, ora usah diomonge, wong sudah jadi fakta."

Kasus Petisi 50 jadi besar. Soeharto tidak terima. Sempat beredar isu jika para penandatangannya akan diisolasi sebagai tahanan politik. Namun, keputusan itu ditolak M. Jusuf yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan Keamanan / Panglima ABRI. (Pers Bertanya, Bang Ali Menjawab, 1995:92).

Para pelaku petisi akhirnya dikucilkan. Kehilangan pekerjaan, kesulitan mendapat kredit bank, tidak boleh tampil di depan acara resmi pemerintah, dan dicekal ke luar negeri.

Gerakan mereka dibatasi, selalu diawasi oleh intel pemerintah. Diintimidasi hingga akhirnya, kehidupan ekonomi mereka turut carut marut. Begitu pula dengan Hoegeng.

Setelah tidak lagi menjadi penyanyi, Hoegeng menafkahi hidupnya sebagai pelukis. Uang pensiunnya tidak cukup untuk biaya hidupnya. Rabu, 14 Juli 2004, Hoegeng menghembuskan nafas terakhirnya. Ia menderita stroke dan sempat dirawat di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Jenasahnya dimakamkan di TPU Parung, Bogor, Jawa Barat.

Beginilah kisah hidup Hoegeng. Menjadi polisi yang jujur di masanya, dan berakhir sebagai seniman.

Beberapa masa telah berlalu. Di tengah-tengah semangat untuk membentuk pemerintahan yang bersih, namanya kembali dikenang.

Bagian dari sejarah yang tak pernah terlupakan. Hoegeng hanyalah salah satu di antara tiga polisi jujur, seperti candaan yang pernah dilontarkan oleh Gus Dur, presiden ke-4 Indonesia.

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun