Orang "bijak" lainnya juga pernah berkata. Nyamuk itu bisa bereinkarnasi. Andai ia terlahir sebagai monster Godzilla, kita tinggal menunggu waktu dimangsanya.
Bodo amat. Kalau memang demikian, aku juga bisa bereinkarnasi menjadi King Kong. Tunggu pembalasanku!
Mungkin setelah ini, saya akan digebukin umat Buddha sekampung. Mempromosikan pembunuhan di Kompasiana. Tapi, kemunafikan juga kesalahan. Hidup adalah pilihan. Sebagaimana menyemprot atau tidak tidur semalaman.
Nah, sebenarnya pelaksanaan Pancasila Buddhis adalah latihan kemoralan. Demikian juga mengenai aturan tidak membunuh. Bukan karena hak azasi nyamuk, tapi semuanya demi diri kita sendiri.
Seperti apakah itu?
Makna pelatihan sendiri berarti mempermahir sesuatu. Jika kita sudah terbiasa berlari 10 kilometer tanpa henti, berjalan kaki satu kilometer akan terasa mudah. Jika kita sudah terbiasa angkat beban 30 kilo, maka 5 kilo sudah terasa biasa.
Latihan untuk tidak membunuh nyamuk dan sejenisnya, tujuannya untuk mempermahir empat sifat luhur dalam diri kita, yaitu;
Keseimbangan Batin (Upekha), Simpati/Empati (Mudita Citta), Cinta Kasih (Metta), dan Welas Asih (Karuna). Keempat Sifat Luhur ini disebut dengan Brahma-vihara.
Upekkha (Keseimbangan Batin)
Menyadari bahwa nyamuk juga adalah makhluk hidup. Ia ada di sekitar kita. Ia juga butuh makan layaknya manusia. Ia adalah makhluk kecil yang kurang berdaya di tengah-tengah superiotas kita.
Dengan mengembangkan sikap ini, bukan berarti kita menghargai nyamuk. Namun, akan membantu diri kita untuk menghargai kehidupan. Ciptaan Tuhan yang beraneka ragam.