Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Gondrong di Era Soeharto dan Misteri Mahasiswa ITB yang Tewas Tertembak

9 Mei 2021   07:07 Diperbarui: 9 Mei 2021   07:12 3078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya keren, Rene Louis Conrad. Tampan, berwajah indo. Masih muda, gondrong, dan kuliah di ITB pula.

Sore itu, ia sedang mengendarai motor Harley Davidsonnya. Berboncengan dengan Ganti Brahmana melintasi gedung ITB. Rene tak tahu apa yang barusan terjadi di dalam kampus ITB.

Yang ia tahu adalah dirinya diludahi dari atas truk yang ditumpangi oleh taruna Akpol. Tentu saja ia marah dan bertanya siapa yang meludahinya.

Tantangan pun diberikan, "siapa yang berani turun."

Tantangan berbuah musibah. Seluruh taruna dalam mobil turun mengeroyok Rene. Ganti melarikan diri. Tidak dikejar. Rene jadi sasaran

Rene kewalahan. Menerima bogem mentah dari para pengeroyok yang emosi. Ia terperosok ke dalam got. Dalam keadaan tak berdaya, Rene masih dianiaya.

Teman sekampusnya yang melihat kejadian tersebut hendak membantu. Tapi, ditahan oleh polisi bersenjata lengkap. Sebagian kena popor, sebagian dipukul, sebagian lagi harus masuk rumah sakit.

Dalam situasi kacau, bunyi tembakan terdengar. Rene tersungkur bersimbah darah. Para taruna yang panik kemudian mengangkut tubuhnya. Dibawa entah kemana.

Ganti Brahmana bersama beberapa kawan ITB mencari Rene kemana-mana. Rumah sakit ditelusuri, kantor polisi dijejaki, para polisi diinterogasi.

Hingga Rene ditemukan tak bernyawa di sebuah kamar di Poltabes Bandung, jalan Merdeka. Jasadnya dalam kondisi mengenaskan. Hampir saja kantor polisi jadi sasaran amukan massa.

Mahasiswa ITB marah. Menggelar unjuk rasa besar-besaran di kota Bandung. Kendaraan umum disweeping, anggota militer akan diturunkan dan diusir. Para taruna dilarang keluar dari pos atau barak. Mereka akan menjadi sasarannya.

**

Semuanya bermula dari sebuah aturan tak tertulis yang dititahkan oleh Soeharto. Rambut gondrong dan jin ketat adalah haram. Sontak si gondrong penggemar The Beatles dicap kriminal.

TVRI pun ikut-ikutan. Mencekal seniman rambut gondrong. Yang terkena getah di antaranya adalah Broery Marantika, Umar Kayam, Taufig Ismail, Ireng Maulana, WS Rendra, hingga Trio Bimbo.

Polisi pun beraksi. Meski tanpa undang-undang yang mendasari, titah presiden dianggap pengganti. Yang berdinas di lapangan membawa gunting dan doyan main Razia. Mahasiswa banyak menjadi sasaran. Tanpa ampun rambutnya langsung digunduli.

Taruna Akademi Kepolisian Sukabumi pun ikut-ikutan. Menggunduli para mahasiswa terasa nyaman, bagian dari pengabdian.

Puncak polemik muncul pada September 1970. Dewan Mahasiswa ITB menandatangani pernyataan. Isinya mengecam aksi pihak kepolisian yang merazia rambut gondrong. Pemerkosaan hak azasi judulnya.

Tapi, pemerintah tidak goyah. Malah memberlakukan "Wajib Militer Mahasiswa." Alasannya untuk mengsukseskan program Dwifungsi ABRI. Protes terjadi di mana-mana, polisi tak mundur. Razia tetap digelar.

Untuk meredam situasi, pihak kepolisian dan kampus kemudian berinisiatif mendinginkan suasana. Diadakanlah pertandingan persahabatan sepak bola antara mahasiswa dan taruna.

Digelar pada tanggal 6 Oktober 1970. Lokasinya di kampus ITB. Para taruna datang berbondong-bondong dari Sukabumi. Mahasiswa ITB dan Padjajaran datang menonton.

Pertandingan bola pada hari itu menjadi hari yang kelam bagi para taruna. Dipecundangi 2-0 terasa tidak cukup. Mahasiswa berambut gondrong bersuporter ria. Membalas sakit hati dengan gaya alay. Sakitnya terasa lipat dua kali.

Bentrokan kecil dimulai dari lapangan. Disusul dengan yang lebih besar dari bangku penonton. Provost yang mengawal pertandingan menertibkan penonton. Tapi, caranya kasar ala militer.

Terjadilah tawuran. Bunyi tembakan ke atas terdengar berkali-kali. Para taruna rupanya diizinkan membawa senjata. Untuk meredam kekacauan, para taruna diminta berkumpul dan beristirahat di salah satu sisi kampus. Di sanalah Rene dan Ganti melintas. Kejadiaan nahas pun terjadi.

**

Tanggal 9 Oktober 1970, mahasiswa dan pelajar Bandung mengadakan upacara melepas jenasah Rene kepada keluarganya. Suasana penuh haru. Emosi masih terasa pilu.

Jenasah Rene disemayamkan di Jakarta. Kasus menjadi besar. Gubernur Akpol, Irjen Awaluddin Djamin menjadi sasaran kemarahan, tapi Panglima Kopkamtib, Jenderal Soemitro dan Kapolri Jenderal Hoegeng cenderung membela para taruna.

Meskipun dalam autobiografinya; Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan (1993), Hoegeng memberikan pernyataanya;

"Kesalahan terbesar dalam kasus itu adalah penggunaan senjata api. Tentunya oleh salah seorang taruna. Saya sendiri merasa malu," demikian kutipannya.

**

Adalah seorang anggota brimob, brigadir polisi bernama Djani Maman Sujarman. Ialah yang menjadi tersangka dalam kasus ini. Djani mendapat pembelaan dari pengacara Adnan Buyung Nasution. Divonis penjara 1 tahun 6 bulan atas kelalaian yang menyebabkan kematian Rene Louis Conrad.

Sementara para taruna dikenai sidang kedisiplinan. Delapan orang saja yang disidik. Di antaranya ada dua nama anak jenderal polisi. Mereka adalah Nugroho Oestenrik dan Noegroho Djajoesman.

Noegroho Djajoesman yang pernah menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya di tahun 1998, adalah Tersangka I. Ialah yang mengejar Rene ketika hendak melarikan diri pada saat dikepung.

Bahar Muluk, adalah Tersangka IV. Pistol di tangannya kehilangan satu peluru. Ia mengaku mengacungkan pistol ke arah Rene, tapi bukan sebagai penembaknya. Pistolnya sempat berpindah tangan entah ke mana.

Mahasiswa tidak bodoh. Mereka kasihan pada tersangka. Dianggap sebagai akal-akalan polisi untuk melindungi para taruna. Ada nama penggede di sana.

Melalui keterangan Adnan Buyung Nasution, mahasiswa tahu bahwa Brigadir Djani hanyalah kambing hitam. Aksi solidaritas pun ditunjukkan. Dompet untuk Sersan Djani pun digelar.

Peristiwa kematian Rene menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan. Gerbang depan ITB menjadi Gerbang Rene Louis Conrad. Setiap tanggal 6 Oktober menjadi hari untuk memperingati peristiwa kematian Rene Louis Conrad.

Referensi: 1 2 3 

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun