**
Semuanya bermula dari sebuah aturan tak tertulis yang dititahkan oleh Soeharto. Rambut gondrong dan jin ketat adalah haram. Sontak si gondrong penggemar The Beatles dicap kriminal.
TVRI pun ikut-ikutan. Mencekal seniman rambut gondrong. Yang terkena getah di antaranya adalah Broery Marantika, Umar Kayam, Taufig Ismail, Ireng Maulana, WS Rendra, hingga Trio Bimbo.
Polisi pun beraksi. Meski tanpa undang-undang yang mendasari, titah presiden dianggap pengganti. Yang berdinas di lapangan membawa gunting dan doyan main Razia. Mahasiswa banyak menjadi sasaran. Tanpa ampun rambutnya langsung digunduli.
Taruna Akademi Kepolisian Sukabumi pun ikut-ikutan. Menggunduli para mahasiswa terasa nyaman, bagian dari pengabdian.
Puncak polemik muncul pada September 1970. Dewan Mahasiswa ITB menandatangani pernyataan. Isinya mengecam aksi pihak kepolisian yang merazia rambut gondrong. Pemerkosaan hak azasi judulnya.
Tapi, pemerintah tidak goyah. Malah memberlakukan "Wajib Militer Mahasiswa." Alasannya untuk mengsukseskan program Dwifungsi ABRI. Protes terjadi di mana-mana, polisi tak mundur. Razia tetap digelar.
Untuk meredam situasi, pihak kepolisian dan kampus kemudian berinisiatif mendinginkan suasana. Diadakanlah pertandingan persahabatan sepak bola antara mahasiswa dan taruna.
Digelar pada tanggal 6 Oktober 1970. Lokasinya di kampus ITB. Para taruna datang berbondong-bondong dari Sukabumi. Mahasiswa ITB dan Padjajaran datang menonton.
Pertandingan bola pada hari itu menjadi hari yang kelam bagi para taruna. Dipecundangi 2-0 terasa tidak cukup. Mahasiswa berambut gondrong bersuporter ria. Membalas sakit hati dengan gaya alay. Sakitnya terasa lipat dua kali.
Bentrokan kecil dimulai dari lapangan. Disusul dengan yang lebih besar dari bangku penonton. Provost yang mengawal pertandingan menertibkan penonton. Tapi, caranya kasar ala militer.