Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahmad Yani Mungkin Presiden RI, Jika Soekarno Tak Pernah Mengungkapkan Keinginannya

7 Mei 2021   05:42 Diperbarui: 7 Mei 2021   05:54 9205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahmad Yani Mungkin Presiden ke-2, Jika Soekarno Tak Pernah Mengatakan Ini (media-karya.com)

Jenderal Ahmad Yani. Kita mengenal beliau sebagai pahlawan revolusi. Gugur pada saat pemberontakan G30S PKI. Logikanya sederhana. Beliau adalah Menteri / Panglima Angkatan Darat pada masa itu. Pucuk pimpinan tertinggi militer AD yang menjadi musuh PKI.

Tapi, bagaimana jika ternyata Jenderal Ahmad Yani memiliki peluang untuk selamat? Ini sekelumit kisah di balik gugurnya sang pahlawan revolusi.

Ahmad Yani diangkat menjadi Kasad pada 1962. Menggantikan Jenderal Nasution yang dinilai tidak sejalan. Khususnya dalam mencampuri urusan pribadi presiden Soekarno.

Baca juga: Perselisihan Jenderal Nasution dan Hartini, Istri Kedua Soekarno yang Berbuntut Penyesalan.

Secara jabatan, Nasution mendapat posisi yang lebih tinggi. Sebagai Kasab (Kepala Staf Angkatan Bersenjata). Namun, secara wewenang, ia dikebiri. Urusannya hanya masalah administrasi saja.

Sebelum mengangkat Ahmad Yani, Soekarno meminta Nasution untuk memberikan sejumlah nama pengganti yang diusulkan.

Dasarnya benih kejengkelan terlanjur muncul di kepala Soekarno. Nasution memberikan beberapa nama perwira tinggi TNI AD. Semuanya ditolak Soekarno.

Nama Jenderal Ahmad Yani akhirnya masuk dalam daftar kedua. Ia masih sangat junior dibandingkan dengan nama pada pengajuan pertama. Berpangkat Mayor Jenderal dan bertugas sebagai Kepala Staf Gabungan Komando Tertinggi (KOTI) Pembebasan Irian Barat.

Soekarno memilihnya. Sang Proklamator senang dengan sosok Ahmad Yani. Saat operasi Trikora, hampir setiap saat Ahmad Yani rapat dengan Soekarno di Istana Negara.

Yani memiliki kelengkapan yang dibutuhkan Soekarno. Ia pandai membawa diri, pintar berbicara, berwibawa, dan perlente. Soekarno menyenangi sang Jenderal.

Setelah diangkat menjadi Kasad, hubungan keduanya semakin akrab. Soekarno sering mengajak Yani dalam kunjungan kepresidenan ke daerah. Juga selalu diajak berdiskusi mengenai urusan politik.

Soekarno peduli dengan kesejahteraan pribadi Ahmad Yani. Ia turut serta memberi saran atas renovasi rumah Yani di Menteng. Soekarno bahkan hadir di acara syukuran rumahnya.

Yani memang memiliki perangai yang tidak sama dengan Nasution. Keduanya kerap berbeda pandangan terhadap bagaimana memimpin Angkatan Darat.

Sifat Nasution yang tegas tanpa kompromi bahkan sampai mengabaikan kehadiran Ibu Hartini, istri kedua Soekarno. Baginya, Ibu Negara yang sah adalah istri pertama, yaitu Fatmawati.

Sementara Yani yang terkesan lebih tidak peduli dengan urusan pribadi Soekarno, malah sering diundang ke Istana Bogor untuk makan siang bersama Soekarno dan Ibu Hartini.

Kelak ada juga rumor yang mengatakan bahwa Yani terprovokasi dengan gaya hidup flamboyan Soekarno. Ia akhirnya sempat tergoda mengambil seorang istri muda yang baru duduk di bangku SMA.

Baca juga: Kisah Poligami Jenderal di Era Soekarno, Libatkan Ahmad Yani, Isuka Sarwo Edhie

Semuanya terhenti ketika negari ini diterpa badai politik berbahaya. Pengaruh PKI semakin besar. Di bawah angin segar Soekarno, DN. Aidit kelihatan semakin berkuasa.

Satu-satunya halangan dari PKI adalah Angkatan Darat yang dikomandoi oleh Ahmad Yani. Aidit mulai berkonfrontasi dengan Ahmad Yani, ketika Yani dengan jelas-jelas menentang permintaan partai komunis untuk mempersenjatai kaum buruh dan tani.

Beredar pula isu Dewan Jenderal yang konon sedang berkolaborasi dengan barat untuk menumpas pengaruh komunis di Indonesia. Disebutkan bahwa Dewan Jenderal ini akan mengkudeta Soekarno yang lebih pro ke blok timur Soviet dan Tiongkok.

Soekarno tidak senang. Hubungannya dengan Ahmad Yani mulai merenggang. Puncaknya Soekarno ingin menggantikan Yani dengan Jenderal Morsjid.

Akan tetapi, tidak pernah terjadi karena Ahmad Yani selalu menunda untuk bertemu Presiden.

Tanggal 30 September 1965, Yani dijemput oleh Tjakrabirawa, Pasukan Pengawal Presiden.

Yani tidak pernah curiga, karena rencana bertemu presiden sebelumnya memang sudah ada. Ketika Yani ingin mengganti baju, salah satu bintara Tjakrabirawa membentak;

"Tak usah ganti baju, Jenderal."

Yani marah dan menempeleng sang bintara. Selangkah kemudian, bunyi tembakan senapan mesin terdengar dari rumahnya. Jenderal Ahmad Yani tersungkur bersimbah darah.

Tubuhnya diseret, dan dibawa ke Lubang Buaya. Lima Jenderal lainnya dan satu Letnan juga berada di sana. Memulai sekaligus mengakhiri salah satu episode tergelap dalam sejarah Indonesia.

Gugurnya Ahmad Yani ternyata memberikan pukulan telak bagi Soekarno. Di depan makam Ahmad Yani, Soekarno menangis hebat. Meskipun hubungannya dengan sang Jenderal sudah renggang, tapi bagi Soekarno, Ahmad Yani tetap adalah jenderal pilihannya.

Soekarno memiliki keinginan yang tidak akan pernah kesampaian. Tidak banyak yang tahu jika Sang Putra Fajar ternyata menginginkan Ahmad Yani menjadi penggantinya, jika kesehatannya sudah memburuk.

Bahkan Soekarno sempat menyatakan hal tersebut dalam sebuah pertemuan di depan Nasution, Sarwo Edhie, Soebandrio, dan Chaerul Saleh.

Mungkin saja itu adalah kesalahan terbesar dari seorang Soekarno.

Mungkin saja penculikan Ahmad Yani adalah skenario besar suksesi republik ini.

Mungkin saja itu adalah bagian dari konspirasi Dewan Jenderal yang tak pernah ada.

Mungkin saja, Ahmad Yani benar akan menjadi presiden ke-2 RI, jika Soekarno tidak pernah mengatakan keinginannya.

Pada akhirnya itu adalah keinginan Sang Khalik yang tidak pernah terjadi. Pada akhirnya, kita tahu bahwa Jenderal Ahmad Yani gugur mempertahankan NKRI dan Pancasila.

 Meskipun ia telah tiada, namanya akan selalu harum dikenang para penerus bangsa.

Ahmad Yani adalah bagian dari sejarah bangsa. Pahlawan bangsa yang gugur demi keutuhan negara. Suatu tugas yang tidak mudah dilakukan, bahkan oleh seorang presiden sekali pun.

Referensi: 1 2 3

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun