Kabar yang beredar, seremoni peluncuran mobnas yang diadakan di pelataran parkir Sarinah itu adalah akhir dari perseturuan internal keluarga Cendana.
Rumor tersebut bahkan menghubungkan kematian Ibu Tien dengan perseteruan Tommy dan kakaknya, Bambang Trihatmodjo atas proyek mobil nasional ini. Diketahui pada saat yang sama, mobil Bimantara milik Bambang pun turut bersaing dalam merebut hati orangtuanya.
Melalui PT. Timor Putra Nasional, 45 ribu unit mobil diimpor dari Pabrik Mobil KIA, Korea Selatan. Bukan buatan dalam negeri, tapi harga mobil ini sangatlah terjangkau.
Sebabnya Timor mendapatkan fasilitas bebas pajak impor komponen dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Harga murah, rakyat senang, Tommy diuntungkan, negara buntung.
Tapi, peluncuran Timor bukan tanpa gugatan. Dalam negeri, Tommy bisa berjaya, tapi tidak dari luar negeri.
Jepang yang sudah lama menguasai industri otomotif di Indonesia tidak tinggal diam begitu saja. Mereka mengadu ke World Trade Organization (WTO).
Jepang menganggap Indonesia melanggar ketentuan kaidah perdagangan bebas. Hanya menguntungkan satu negara saja, yakni Korea Selatan.
Pada tanggal 22 April 1998, WTO menyetujui keberatan Jepang. Program mobnas Indonesia dianggap melanggar asas perdagangan bebas. Selang sebulan kemudian, Soeharto lengser. Krisis ekonomi pun datang menyerta.
Gagasan membangun industri mobil nasional pun sisa kenangan. Bahkan mungkin tak pernah jadi kenyataan. Timor hanyalah mobil Korea dengan label nasional.  Aksi tipu-tipuan Tommy dan KIA menjadi skandal bisnis keluarga Soeharto menjelang akhir kekuasaan orde baru.
SalamAngka