Sah, Nadiem Makarim menahkodai peleburan dua Kementerian, yaitu Kementerian Riset dan Teknologi dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sementara itu, Bahlil Lahaldia yang menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), kini akan menduduki posisi baru, yaitu Menteri Investasi.
Bambang Brodjonegoro yang menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi menyatakan mundur. Ia merupakan satu-satunya Menteri yang "tergusur" pada reshuffle kali ini.
Kepastian ini menjelaskan amannya posisi Menteri yang sebelumnya terkena imbas isu Reshuffle, termasuk Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo yang akrab disapa SYL.
Sejujurnya, saya bersyukur.
Saya tidak memiliki maksud dan tujuan politik untuk menulis artikel ini. Saya bukan politikus dan juga tidak senang berkecimpung di dunia politik.
Jika ada yang mencibir, perlu diketahui, saya tidak dalam posisi beropini atau memaksakan kehendak.
Apa yang kutulis, hanyalah sekelumit kisahku berinteraksi dengan sang Menteri.
Rasanya kerja beliau juga cukup bagus. Meskipun ada satu dua blunder yang pernah ia lakukan selama menjabat sebagai Menteri, masih bisa ditolerir. Banyak prestasi yang beliau torehkan. Jika ada yang penasaran, sila baca di sini.
**
Mengenal beliau sudah empat tahun lamanya (2017). Pada saat itu, Asosiasi Pembicara Publik, IPSA baru terbentuk di Makassar, dan kebetulan saya didaulat menjadi Ketua DPD-nya.
Atas usaha seorang sahabat, kami pun diaturkan jadwal audiensi dengan sang Gubernur. Jam 9 malam menjadi waktu yang tersedia bagi kami bertiga (Saya, dan dua pengurus pusat, Dr. Ponijan Liaw, dan Donny De Keizer).
Awalnya gemetaran, karena harus melewati protokol di pintu depan. Duduk di ruang tunggu juga tidak kalah "mengerikan." Apalagi suasana rumah jabatan gubernur penuh dengan orang-orang penting yang lalu-lalang.
Namun, suasana langsung cair ketika sang "Komandan" menghampiri kami di ruang tamu. Sikap sang Gubernur yang humble, langsung mencairkan suasana.
Penjelasan terhadap asosiasi IPSA hanya sebentar saja. Di malam itu, beliau lebih banyak bertindak sebagai tour leader, menjelaskan barang-barang dan foto-foto yang terpajang di ruang tamu. Termasuk budaya Sulsel kepada dua tamu dari Jakarta.
Suasana menjadi semakin akrab ditemani segelas kopi, kudapan, dan acara foto bersama. Tidak ada pertanyaan apalagi interogasi. Tidak ada juga batasan antara pejabat dan rakyat jelata.
Intinya, beliau menyambut kami dengan positif.
Di malam itu, kami bertiga juga mengutarakan harapan untuk mengundang beliau sebagai juri tamu pada acara sertifikasi publik yang akan kami adakan dua hari lagi.
Mengejutkan, tanpa ba-bi-bu, beliau langsung menyetujui. Jadilah acara kami diisi oleh orang nomor satu di Sulsel. Tentunya merupakan gengsi tersendiri bagi asosiasi dan peserta sertifikasi.
Isinya, "yuk kita ngupi." Bisa dibayangkan, bagaimana rasanya ngupi dengan orang nomor satu di Sulsel. Isi pembicaraan masih seputaran pembicaraan sehari sebelumnya. Sekitaran riwayat karir beliau, budaya Sulsel, dan juga tentang public speaking.
Tempat yang dipilih adalah sebuah warung kopi sederhana di bilangan jalan A.P. Pattarani. Menunya sederhana, tapi pengunjungnya berjubel. Yang saya heran, di warung kopi itu, sang Gubernur sepertinya "tidak terlalu dikenal."
Saya membayangkan banyak orang yang ingin mengajaknya berfoto. Ternyata saya salah. Justru sang Gubernur ini yang kelihatan lebih banyak menyapa orang-orang di sekitarnya.
Rupa-rupanya warung kopi tersebut adalah langganan SYL. Seluruh pelanggan di sana sudah sering melihat sang Komandan duduk bersama tamunya.
SYL lanjut menjelaskan. Ia mengatakan apa yang ia lakukan di warung kopi tersebut adalah wujud kedekatannya dengan rakyat. Jika ada yang ingin berbicara kepadanya, ia tak segan-segan menemani sambil minum kopi.
Kisah ini mengingatkanku pada cerita Bahar, supir pribadi yang telah menemaniku selama 20 tahun. Daeng Bahar adalah warga asli Kabupaten Gowa. Sang Gubernur dulunya adalah Bupati Gowa.
Bahar selalu memberikan pujian kepada SYL yang menurutnya tidak segan-segan mengunjungi dan menyapa warga hingga ke pelosok.
Namun, apa yang kami diskusikan pada malam hari itu tidak seperti itu. Pada saat membahas mengenai trik dan tip public speaking, beliau lebih banyak diam dan bertanya.
Sesekali, beliau tampak seperti menghafal dan mengulang beberapa teori dari Donny De Keizer. Menurutku, SYL ini tak pernah ragu belajar dari orang yang dianggapnya memiliki pengalaman.
**
Persahabatan tidak berhenti sampai di situ. Setelah pertemuan pertama tersebut, SYL terkadang masih menelpon kami untuk sekedar berbicara sigkat seputaran dunia public speaking.
Pada kunjungan-kunjungan pengurus pusat berikutnya, SYL masih terkadang mengundang kami ke rumah jabatan, atau hanya sekedar kongkow-kongkow di warung kopi andalannya.
Padahal jika mau dipikir, SYL itu pengalamannya sudah segudang. Ia pun juga adalah orang penting. Pejabat kelas tinggi di Sulawesi Selatan. Entah apa yang membuat beliau senang bergaul dengan kami, tapi satu yang pasti, pisang goreng dan kopi hangat di malam hari memang enak dinikmati.
Mungkin ada yang tidak senang dengan SYL. Mungkin ada yang menganggap tulisan ini terlalu lebay. Tapi, siapa sih yang tidak lebay bersahabat dengan Menteri?
Siapa pun akan klepek-klepek. Benar gak ya?
Jadi, tendensi saya hanya satu. Selama SYLÂ masih menjabat menjadi Menteri, saya masih bisa berkata, "Saya pernah ngupi dengan Pak Menteri, lho. Lebay ah!
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H