13 Desember 1937, sejarah terkelam umat manusia terjadi di Nanking, China.
Agresi militer Jepang ke ibu kota China kala itu tidak hanya menjadi terburuk dalam sejarah. Juga menjadi tragedi kemanusiaan yang paling memalukan.
Tidak ada perlawanan berarti. Tangga 1 Desember 1937, pimpinan Partai Kuomintang, Chiang Kai-sek telah mengevakuasi seluruh perangkat pemerintahan dari Nanking.
Pasukan tempurnya juga ditarik undur ke sisi lain Sungai Yangtze, sehari sebelum tentara Jepang memasuki kota tersebut.
Kekuatan tempur yang bertahan hanya tersisa 50.000 orang saja. Sebagian besar tidak terlatih dengan senjata seadanya. Bahkan anak kecil berusia 12 tahun pun dipersenjatai. Hanya agar kelihatan banyak.
Tentu, tidak seimbang dengan pasukan militer Dai Nippon yang terlatih dengan artileri berat. Nanking dengan mudah roboh. Pasukan Jepang memasuki kota dari berbagai penjuru.
Pembantaian mulai terjadi secara sistematis. Enam minggu lamanya. Tentara China diberondong ketika mencoba melarikan diri. Sungai Yangtze dipenuhi cairan merah pekat.
Penduduk sipil dipenggal. Sebagian lagi dijadikan latihan sasaran bayonet. Anak kecil tak lepas dari kengerian. Dibantai tanpa belas kasihan.
Wen Sunshi masih sangat muda. Ia bersembunyi dalam sebuah penginapan yang dikelola warga asing. Malang baginya, bersama tujuh wanita lainnya ia dipaksa melayani nafsu bejat tentara Jepang.
Nasibnya masih tergolong baik. Dibandingkan dengan para wanita lainnya yang jadi korban pemerkosaan di jalan. Tidak pandang bulu, dari yang masih berusia di bawah umur hingga yang sedang hamil.
Tank-tank militer menghancurkan sepertiga dari seluruh kota. Tentara kekaisaran berpesta pora di tengah abu mayat mayat korban pembakaran.