Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Theater of Mind: Andai Bung Valen Eksis di Zaman Bapakmu

17 April 2021   05:51 Diperbarui: 17 April 2021   05:53 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tagar #gerakanmutemassal muncul dari aksi protes penonton sepak bola televisi atas gaya komentator sepak bola, Valentino Simanjuntak.

Menurut sebagian orang, komentar dari pria yang akrab disapa Bung Valen ini sangat menganggu, bahkan terlalu berlebihan.

Semuanya berawal dari postingan di Twitter resmi Bali United. Mereka meminta kepada pihak Indosiar sebagai pemegang hak siar Piala Menpora 2021, untuk tidak menyiarkan pertandingan dengan gaya hiperbola ala Bung Valen.

Kendati demikian, pihak Indosiar tetap mempertahankan Valentino. Mereka berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh Bung Valen memang atas persetujuan dari Indosiar.

Gaya komentator Valentino dianggap bisa membuat Piala Menpora 2021 lebih semarak dan mampu menggaet lebih banyak pemirsa.

**

Satu hal yang muncul dari pikiranku. Andaikan Valentino lahir lebih awal, apakah pendapat orang akan berbeda?

Hal yang tidak pernah dirasakan oleh Milenial adalah menonton pertandingan sepak bola lewat siaran radio.

Menonton? Iya.

Tentunya bukan menonton dalam arti benaran. Tiada suguhan gambar lapangan hijau, tiada pula wajah pemain yang terlihat. Hanya imajinasi penonton yang dibawa kesana-kemari oleh suara penyiar radio.

"Timnas Indonesia merebut bola, Aji Saputra melewati garis tengah. Bola diumpankan ke Bima Sakti. Berbahaya pemirsaaa, tidak ada pemain lawan di sana. Bola disodorkan kepada Uston Nawawi, ahayyyy, apa yang terjadi saudara-saudaraaaa..."

Bangku terasa panas, adrenalin naik seketika. Padahal mungkin di lapangan tidak setegang itu. Ini adalah salah satu contoh bagaimana serunya "menonton" bola dari radio.

Jauh sebelum televisi ada, radio adalah andalan bagi para pencinta sepak bola yang tidak berada di stadium. Apa pun yang disuguhkan oleh komentator, sangat berarti bagi para pendengar.

Lantas bagaimana ini bisa terjadi. Tentunya intonasi, vokalisasi, serta pilihan kata, menjadi senjata utama bagi para penyiar.

Namun, ada istilah Theatre of Mind

Keseruan yang terdengar dari radio bisa dimaklumi. Sebabnya radio hanya memiliki sifat auditif (mengandalkan suara). Tentunya berbeda dengan media televisi atau internet yang bersifat auditif plus visualis.

Untuk menjadi komentator olahraga di radio, penyiar harus menguasai konsep yang dinamakan Theatre of Mind (atau Panggung Pikiran). Bagaimana kata serta ucapan akan menimbulkan imajinasi dalam pikiran pendengar. Di sinilah kuncinya.

Tantangannya adalah setiap ucapan yang keluar dari mulut bisa menimbulkan imajinasi yang berbeda-beda. Tersebab setiap manusia pasti memiliki persepsi yang unik.

Namun, seorang penyiar yang baik tentunya tidak akan terlalu mempermasalahkan itu. Ia telah memiliki trik yang bisa membuat komentarnya terasa nyaman..

Kelebihannya adalah siapa pun bisa membentuk imajinasinya sendiri. Keseruan di lapangan berpindah ke kepala, meskipun suasana di stadium biasa-biasa saja.

Seperti yang sudah saya jelaskan, penggabungan dari pemilihan kata dan pembentukan suara (intonasi dan vokalisasi) adalah kuncinya.

Namun, lebih spesifik lagi, ada beberapa teknik yang perlu dikuasai oleh komentator bola radio.

Artikulasi harus jelas

Tidak semua orang bisa dipahami jika mereka berbicara dengan cepat. Untuk itu, komentator radio harus memiliki artikulasi yang jelas. Kuncinya ada pada penyebutan huruf hidup (huruf vokal), a.i.u.e.o. Sehingga apa pun yang disebutkan dengan cepat, tetap terdengar jelas.

Untuk itu, maka prasyarat tidak cadel adalah hal penting. Tidak memiliki (mohon maaf) cacat pada lidah atau bibir.

Pernapasan yang Baik

Kekuatan dari seorang komentator adalah mampu berbicara dengan tempo tinggi tanpa jeda selama pertandingan berlangsung. Jika tidak memiliki stamina yang bagus, dikhwatirkan akan layu sebelum berkembang. Padahal, semakin lama, pertandingan sepak bola akan semakin seru.

Olahraga yang teratur baik untuk menjaga stamina. Begitu pula dengan olahraga mulut, seperti senam wajah atau menggoyang-goyangkan rahang ala raja hutan.

Mampu menjaga Mood

Para komentator harus senantiasa menjaga moodnya agar selalu semangat. Jika kendor, akan sangat memengaruhi mood pendengarnya.

Untuk menjaga mood, komentator harus selalu berbicara dengan nada riang, tinggi, secara konsisten.

Terkesan susah, tapi seorang komentator professional pada dasarnya memang mencintai pekerjaannya.

Pengetahuan Luas

Tidak selamanya pertandingan berjalan dengan seru. Ada kalanya, pemain bola harus mengatur serangan dengan pelan. Di kala seperti itu, seorang komentator juga tidak boleh menjadi terlalu lebay.

Tapi, jeda harus tetap diisi dengan suara. Informasi tentang klub bola atau pemain yang sedang bertanding bisa membuat penonton tidak bosan.

Pengetahuan yang luas perlu dimiliki oleh seorang komentator agar radio tidak menjadi hening.

Siaran Radio Pertandingan Sepak Bola Pertama di Dunia

Siaran langsung laga sepak bola yang pertama ternyata dimulai di Inggris, yang juga dikenal sebagai negara neneknya sepak bola.

Tepatnya pada tanggal 22 Januari 1927. Acara yang disiarkan oleh BBC itu meliputi pertandingan antara Arsenal melawan Sheffield United.

Kendati demikian, acara tesebut bukanlah kompetisi olahraga yang pertama kali mengudara. Empat tahun sebelumnya, tepatnya pada 8 Februari 1923.

Adalah kompetisi hoki es antara Midland dan North Toronto telah mendapat kehormatan sebagai pertandingan olahraga pertama yang disiarkan radio.

Siaran radio Arsenal vs Sheffield United adalah gagasan dari BBC. Sebelumnya mereka telah sukses menyiarkan sebuah pertandingan rugby. Ditambah lagi, saat itu telah lebih dari 30 persen penduduk Inggris yang memiliki radio.

Menariknya, sepuluh tahun setelah itu, Arsenal juga menjadi klub pertama yang pertandingannya disiarkan melalui televisi.

Siaran Radio Pertandingan Sepak Bola Pertama di Indonesia

Radio Republik Indonesia (RRI) yang mencatat sejarah meliputi laga sepak bola tanah air. Sejak berdiri pada tahun 1945, barulah RRI menyiarkan pertandingan sepak bola bola pada tahun 1954.

Dilansir dari sumber (pandit football), konon laporan siaran langsung RRI terjadi pada tahun 1954 di Manila, Filipina. Saat itu, Timnas Indonesia bertanding melawan Jepang dalam acara Asian Games.

**

Andaikan Valentino Simanjuntak lahir lebih awal, tak ayal dia akan menjadi seorang komentor radio yang andal. Gayanya yang sering berakobrat dengan kata memang mampu membuat para pendengar seakan berada di dunia fantasi.

Sayangnya, tidak di televisi. Kenyataanya adalah konflik visual dan pendengaran. Saya bisa merasakan keresahan penonton. Menonton sebuah acara dengan seseorang yang terus-menerus mengoceh memang tidak menyenangkan.

Akan tetapi, di sisi lain tidak semua pemirsa juga yang merasa terganggu dengan gaya hiperbola Bung Valen. Itulah yang menjadi alasan, mengapa Indosiar tetap mempertahankannya.

Mereka yang lahir sebelum zaman internet tentu sudah memahami; menonton sepak bola sambil merem jauh lebih menyenangkan lho.

Referensi: 1 2 3 4 5

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun