Manusia memang unik, tidak ada yang sama. Spesial adalah kata yang tepat untuk menggambarkannya.
Warna merah dalam persepsi kamu, kamu, dan kamu saja bisa bermacam-macam. Ada yang ingat darah, ada yang langsung bergairah, dan ada pula yang merasa gerah.
Pokoknya, manusia itu memang tidak ada duanya. Jadi, ngurusin manusia itu memang repot.
Ini yang saya alami sendiri. Di perusahaanku, staf yang paling keblinger itu Eka namanya. Ia adalah customer service
Eka bertugas sebagai penerima telpon untuk melayani Hotline. Jalur ini sebenarnya dibentuk untuk menerima orderan pelanggan yang tidak mau repot-repot keluar rumah. Tinggal kirim pesan dan barang pun tiba di rumah.
Namun, karena Hotline adalah satu-satunya jalur resmi orderan pelanggan, maka dengan sendirinya ia juga berfungsi sebagai customer service.
Mungkin karena istilah customer service sudah melekat dengan melayani, si penelpon sudah berasumsi yang ia hubungi adalah pelayan.
Si Radja
Pernah suatu waktu si Eka kena semprot gegara sang pelanggan merasa dicuekin. Sebut saja namanya si Radja.
Orderan pertama dipesan. Orderan kedua menyusul lagi sejam kemudian. Demikian seterusnya. Tentunya bukan hanya si Radja yang harus dilayani. Masih ada beberapa pelanggan yang masih menunggu.
Lagipula, Eka sudah mengirim pesan, "orderannya silahkan dikumpulkan dulu ya, kak."
Sejam kemudian setelah Eka mengecek pesan si Radja, puluhan pesan sudah masuk. Isinya makian. Si Radja merasa dicuekin, sementara ia butuh kepastian.
Si Radjadua
Suatu waktu lagi ada seorang pelanggan lain. Sebutkanlah namanya Radjadua. Ia menanyakan sesuatu yang tidak perlu dijawab.
"kamu kelahiran tahun berapa?" Entah apakah si Radjadua ingin jadi Numerolog atau ia adalah seorang psikolog.
Eka pun menjawab dengan diplomatis, "Ada yang bisa kami bantu, kak?"
Bukannya dijawab dengan sopan, si Radjadua malah memberi kuliah singkat tujuh jam tentang cara melayani pelanggan dengan baik.
**
Entah apa yang terjadi, setiap hari ada saja penelpon yang aneh-aneh. Mulai dari sekedar menanyakan harga, jam operasional toko, hingga ramalan cuaca.
Iya benar, kadang ada juga pelanggan yang ingin curhat. Mungkin karena terpikat dengan suara Eka yang merdu, ia pun lantas mengutarakan isi hatinya yang baru dighosting ama si Oji.
Si Radjatiga
Yang paling parah adalah yang merasa kenal dengan diriku. Seperti si Radjatiga yang dengan songongnya memaki-maki si Eka. Hanya gegara barang yang diinginkan kebetulan sedang habis.
Si Radjatiga lantas menelponku. Bukannya meminta pesanan atas barang yang stoknya sudah habis. Ia malah memfitnah si Eka atas pelayanannya yang buruk. Ya, jelas kurang ajar namanya.
Namun, si Eka tidak selamanya sedih. Kadang ia mendapatkan pelanggan yang tahu diri. Itu adalah berkah dan oasis bagi dirinya. Pesanan lancar, bicaranya sopan, dan sering pula mengucapkan terima kasih.
Kepada pelanggan-pelanggan yang baik hati itu, Eka malahan memberikan bonus. Nomor pribadi yang bisa dihubungi 24 jam sehari.
Sekilas ini adalah gambaran tentang nasib Eka si customer service. Jujur, tidak mudah.
**
Pernah menelpon ke nomor pelayanan sebuah instansi? Suara robot akan menyertai dilanjutkan dengan nada-nada dering yang membosankan. Bagaimana rasanya? Apalagi dibiarkan menunggu berjam-jam lamanya.
Manusia Bukan Robot
Banyak yang bertanya kepadaku, mengapa tidak membuat mekanisme jasa pelayanan pelanggan yang lebih modern, seperti email khusus atau nomor informasi perusahaan?
Sebenarnya kami juga menyediakan beberapa jalur lain. Misalkan email informasi, medsos, dan nomor whatsapp informasi. Tapi, hotline menjadi lebih populer karena di sini para pelanggan bisa langsung memesan barang.
Saya sih bisa memaklumi. Sebabnya manusia itu memang suka dilayani secara instan. Dan oleh manusia. Suara orang itu terasa jauh lebih menyejukkan dibandingkan pesan tertulis lho. Apalagi jika dilayani robot yang tak jelas.
Kepentingan Perusahaan
Lagipula, siapa sih yang menyangkal kalau customer service adalah bagian yang terpenting dari sebuah perusahaan? Saya sendiri merasakan manfaatnya.
Perusahaan yang bergerak di bidang bahan dan peralatan kuliner di kota Makassar itu berjubel jumlahnya. Meskipun baru di bidang ini, saya bisa merasakan manfaat dari kekuatan customer service.
Jumlah pelanggan semakin hari semakin meningkat. Tersebab perusahaan lain yang merasa lebih superior, mulai ditinggalkan karena keluhan pelanggan tidak pernah diladeni.
Pelanggan yang Merasa Terabaikan
Kami memiliki mekanisme untuk mengecek pelanggan mana yang sudah lama tidak membeli. Biasanya mereka akan dihubungi kembali. Sekedar menanyakan kabar.
Langganan seperti ini biasanya hanya terdiri dari dua jenis. Yang sudah tidak berjualan lagi, atau yang merasa manfaat di toko sebelah lebih bagus. Biasanya sih masalah harga atau ketersediaan barang.
Tapi, setelah mereka dihubungi kembali, 99 persen pasti kembali berbelanja, walau jumlah pembelanjaan mereka tidak terlalu banyak.
Ada saja Cara untuk Memuaskan Hati Pelanggan
Eka yang sigap, Eka yang kalap. Ia memahami betul pentingnya fungsi sebagai customer service. Menjaga kelangsungan perusahaan. Tapi, di sisi lain ia juga adalah manusia. Menerima "sampah" jelas tidak bagus bagi kesehatan jiwa.
Saya juga berada dalam posisi simalakama. Takut pelanggan kecewa, takut pula kehilangan si Eka.
Apa yang terjadi?
Saya kemudian mengambil inisiatif. Pelayan toko semuanya bisa menjadi customer service. Nomor mereka disebar ke medsos, atau pelanggan-pelanggan setia tertentu. Beban Eka berkurang, pelanggan pun senang.
Hasilnya?
Pelanggan merasa bahwa mereka diperlakukan dengan baik. Semua pertanyaan dan kebutuhan dipenuhi. Alhasil tercipta suasana kekeluargaan di antara kedua belah pihak. "Rumah kita bersama" bukan hanya sekedar jargon.
**
Memang manusia itu unik, demikian pula dengan para pelanggan. Apa yang ditanyakan kadang sangat tidak relevan. Bahkan enek rasanya.
Tapi, pelanggan adalah manusia, begitu pula dengan diri kita. Di suatu waktu kita akan menjadi pelayan, di sisi lain kita juga yang dilayani.
Sangat tidak adil untuk berada di satu sisi saja. Ingin dilayani tapi tidak mau melayani. Atas dasar inilah, saya kemudian menyampaikan pesan kepada para karyawan.
Hargailah para pelanggan, karena pada dasarnya mereka adalah manusia. Mereka butuh perhatian dan hanya ingin didengarkan.
Melayani pelanggan lebih dari hanya sekedar menjaga kelangsungan hidup perusahaan.
"Menghargai sesama manusia karena mereka bukan kucing liar di jalan."
Semoga Bermanfaat
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H