Anime Jepang semakin mendapat tempat di hati pembaca Kompasina. Salah satunya melalui karya tulisan Kompasianer Steven Chaniago.
Lewat tulisan yang dikemas apik, artikelnya tentang One Piece sering bertenger di puncak "Tren Pekan ini." Jumlah pembacanya pun bisa mencapai ribuan bahkan puluhan ribu.
Namun, tahukah kamu bahwa Anime juga memiliki sisi gelapnya sendiri. Hal inilah yang akan penulis bahas pada artikel ini.
Anime dan Manga memang sangat populer dan memiliki banyak penggemar. Jika kamu adalah salah satunya, maka kamu disebut Wibu. Mau tahu jumlahnya? 35 juta orang di seluruh dunia.
Banyak hal yang membuat mengapa anime digandrungi. Selain alur cerita yang apik, gambar yang menarik, tokoh yang dibuat juga memenuhi syarat kelayakan.
Tokoh anime sering diciptakan dengan karakter yang kuat. Tidak heran jika mereka memiliki jumlah penggemar yang tidak sedikit. Karakter yang kuat ini akibat keberhasilan dari para penciptanya yang memasuki unsur "kualitas" pada setiap tokoh yang dibuat.
Lolicon bukanlah tokoh anime. Istilah ini merujuk kepada karakter umum yang muncul pada anime, manga, dan gim komputer yang menonjolkan sifat anak gadis sebagai daya tarik utamanya.
Secara umum modelnya adalah gadis berpakaian sekolah atau kostum warna-warni, mata besar dan bersinar, serta gaya yang centil menggemaskan. Digandrungi karena para penciptanya memasukkan unsur kualitas yang disebut dengan "kawai" atau "keimutan."
Adalah Hatsune Miku. Ia adalah salah satu contoh Lolicon terkenal. Merupakan produk software yang dirilis pada 2017 lalu, produk milik perusahaan Crypton Future Media ini dengan cepat meraih penggemarnya di seluruh dunia.
Ia bukanlah tokoh anime yang tampil pada film, tapi karakter gadis hologram yang bernyanyi. Istilahnya adalah Vocaloid, atau secara sederhana bisa diartikan sebagai penyanyi di dunia anime. Â
Diselenggarakan secara mewah di tahun 2018, acara pernikahannya dihadiri oleh 39 orang termasuk anggota parlemen. Media di Jepang juga turut meliputinya.
Kejadian yang sama juga terjadi di Korea. Seorang pria bernama Lee Jin-gyu menikahi Dakimakura atau bantal besar. Bukan sembarang bantal, ada gambar anime kesayangannya, Fate Testarossa. Pada hari pernikahannya, ia menghiasi bantalnya dengan gaun pengantin dan berdiri di hadapan pendeta untuk mengucapkan janji sucinya.
Istri-istri fiksi tersebut disebut sebagai Waifu. Istilah ini menjadi populer seiring dengan berkembangnya istilah Nijikon.
Nijikon atau Nijigen Konpurekkusu adalah kompleks dua dimensi. Berlaku bagi mereka yang menganggap karakter kartun, anime, atau manga lebih menarik dibandingkan dengan manusia sungguhan yang hidup di alam tiga dimensi.
Sejak pernikahan-pernikahan viral para Nijikon, semakin banyak pencinta anime yang mulai menyatakan diri mereka sebagai Nijikon. Meskipun mereka tidak menikahi pasangannya secara resmi, tapi mereka tidak malu untuk mengakui bahwa mereka adalah suami dari tokoh anime favoritnya.
Meskipun mereka menyadari bahwa kesukaan mereka tidak wajar, tapi cinta telah membutakan mereka.
Perilaku mereka umumnya tidak agresif, tapi mereka bisa cemburu jika tokoh "istrinya" tersebut didekati oleh karakter lain di anime. Walau tidak berbahaya, bukan berarti tidak ada.
Beberapa cosplayer di Jepang melaporkan adanya serangan verbal dari beberapa orang yang tidak dikenal. Penyebabnya karena mereka memerankan karakter Waifu dari beberapa Nijikon.
Suatu waktu majalah tersebut menyajikan gambar gadis yang mengenakan kostum Lolicon di halaman depannya. Ternyata muncul banyak komplain terhadap gambar tersebut. Mereka mengatakan bahwa gambar gadis sebenarnya telah merusak rasa citra para karakter Lolicon.
Penulis sendiri berpikir bahwa kecintaan terhadap karakter Lolicon tidak hanya datang begitu saja. Sebagai lelaki normal, tentunya seks merupakan salah satu daya tarik utama.
Karakter Lolicon yang imut dan menggemaskan memiliki daya tarik seksual bagi para fansnya. Bahkan sebagian masyarakat menganggapnya sebagai pornografi terselubung.
Situs humantrafficking.org bahkan lebih keras lagi. Mereka menyatakan bahwa Jepang adalah pusat produksi dan distribusi gambar kekerasan seksual pada anak. Manga dan anime telah membantu menyuburkan hasrat para pedofilia untuk bercinta dengan wanita berseragam sekolah.
Namun, para kreator manga dan anime memprotes hal tersebut. Menurut mereka, takada unsur pornografi anak sama sekali dalam karya mereka. Mereka berargumen bahwa pornografi anak adalah adanya keterlibatan anak di bawah umur dalam proses produksi. Sementara karakter Lolicon hanya mewakili sifat kekanak-kanakan.
Mereka bahkan menuduh PBB ingin mengakomodir kepentingan Barat yang ingin menghentikan kesuksesan anime di seluruh dunia.
"Hasrat terhadap gambar dua dimensi tak hanya untuk gadis itu saja. Namun, juga untuk kualitas kegadisan yang disimbolkan lewat keimutan (Kawai)."
Nyatanya pornografi anak memang tumbuh subur di Jepang. Meskipun ada larangan umur minimal sebagai artis film porno, tidak jarang tema Kawai menjadi subjek dari para pembuat film porno.
Adegan gadis imut yang bercinta dengan pria dewasa, atau gadis berseragam sekolah yang diperkosa oleh sekelompok geng, menjadi tema yang cukup populer dalam industri film porno Jepang.
Salah satu contohnya adalah "School Days." Sekilas judulnya memang tidak membahayakan. Temanya tentang cowok yang suka sama cewek. Ia lantas meminta seorang sahabatnya untuk jadi mak comblangnya.
Di awal episode tiada yang aneh, tapi lama kelamaan ceritanya semakin kompleks. Banyak adegan vulgar dan kekerasan yang tidak lazim untuk ditonton oleh anak. Bahkan cukup mengagetkan bagi orang dewasa.
Lolicon memang menarik, tapi jangan sampai menjadi Nijikon. Anda adalah mahluk 3 dimensi, cintamu berada di dunia ini. Jangan sampai terhanyut dalam dunia 2 dimensi yang tidak nyata.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H