"Kalau mau cepat hamil, angkat anak saja."
Enteng tedengar, berat tersiar. Yang kasih saran bukan yang punya masalah. Tapi, tidak sedikit orang yang melakoninya ternyata sukses. Menjadi keyakinan turun temurun, sebuah survei juga membenarkan.
"Secara statistik, 8% ibu angkat akan hamil setelah adopsi bayi."
Sayangnya angka ini berasal dari survei yang diterbitkan pada tahun 1970. Sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan medis modern mengenai infertilitas.
Penelitian tersebut masih ambigu. Banyak yang mengadopsi anak meskipun mereka tidak memiliki masalah dengan infertilitas. Alias tidak pernah konsultasi ke dokter. Kemungkinan kedua, mereka baru menjalani konsultasi dokter setelah mengangkat anak.
Yang pasti hingga kini belum ada pakar yang melihat hubungan di antara adopsi anak dan kehamilan. Kendati demikian, hingga saat ini keyakinan ini masih sangat melekat. Kebetulan adalah kata yang paling tepat untuk mendeskripsikannya.
Keturunan adalah tujuan utama dari hidup berkeluarga. Sudah melekat pada tradisi mana pun Bahkan tidak sedikit yang menganggap bahwa tidak memiliki momongan adalah aib. Kemandulan dianggap sebagai hal yang memalukan.
Desakan dari lingkungan kemudian mengambil jalan pintas. Kesaksian dari mereka yang "kebetulan" punya momongan setelah adopsi memotivasi sekilas. Jangan asal-asalan.
Bagi kalian yang pernah atau akan menempuh jalan ini, mari kita ulik bersama apa yang bisa dilakukan sebelum memutuskan.
Masalah Kemandulan
Pasangan bisa dikatakan infertil bilamana belum punya anak kendati telah menikah lebih dari setahun. Tidak menggunakan alat kontrasepsi dan berhubungan seks secara rutin.
Jika Anda dan pasanganmu tidak memenuhi ketiga syarat tersebut, maka tidak disarankan untuk berasumsi.
Penyebab kemandulan bisa berasal dari suami atau istri. Bagi wanita biasanya ditandai dengan siklus haid yang tidak menentu. Hal ini biasanya akibat adanya sumbatan pada saluran telur.
Pada pria, biasanya dikarenakan menurunnya kualitas sperma. Penyebabnya bisa karena faktor keturunan atau gaya hidup, seperti merokok, alkohol, kurang istirahat, atau sering tidur malam.
Jika sudah teridentifikasi, maka ada tiga cara yang bisa disarankan;
Pertama, Program Alamiah
Program ini biasanya merupakan saran yang umum dilakukan tanpa bantuan medis. Ada beberapa cara yang bisa ditempuh, seperti;
1) Bercinta pada saat yang tepat, 2) menghitung waktu kesuburan, 3) Posisi bercinta yang tepat, 4) Santai dan tidak stres, 5) Menjaga Kesehatan tubuh, hingga 6) menggunakan pakaian longgar seperti daster atau bokser.
Kedua, Program Inseminasi
Inseminasi dilakukan dengan cara memasukkan sperma suami yang terpilih ke dalam rahim istri. Alternatif ini adalah cara kedua jika program alamiah tidak berhasil. Lebih mudah dilakukan dan biaya cukup murah dibandingkan dengan program ketiga.
Ketiga, Program Bayi Tabung
Bayi tabung adalah istilah umum. Nama medisnya adalah In Vitro Fertilization (IVF). Secara medis proses pembuahan sel telur oleh sel sperma ini dilakukan di luar tubuh perempuan. Setelah hasil pembuahan sukses dan menghasilkan embrio, maka selanjutnya akan dipindahkan ke dalam rahim.
Meski tingkat keberhasilannya cukup tinggi, tapi harga yang ditawarkan juga tidak main-main.
**
Adopsi anak adalah cara terakhir jika ketiga cara yang disarankan oleh dokter tersebut tidak berfungsi. Untuk itu, maka hal selanjutnya yang perlu dipertimbangkan adalah;
Pertama, Kesepakatan Bersama
Mengadopsi anak tentu harus atas dasar kesepakatan bersama. Jika salah satu dari pasangan masih ragu atau ingin pikir-pikir dulu, maka sebaiknya tidak dilakukan dengan buru-buru.
Mengadopsi anak masih memerlukan banyak pertimbangan. Tidak seperti membeli kulkas di toko. Beberapa pertanyaan harus dijawab. Apa jenis kelamin yang diinginkan? Apakah dari ras yang sama dengan orangtua? Apakah informasi latar belakangnya penting? Ini belum termasuk prosedur administrasi dan hukum yang harus dipelajari.
Sebagian tempat yang menyediakan jasa adopsi anak biasanya sudah lengkap dengan jasa pengurusan. Mereka juga kadang bisa menjelaskan mengenai latar belakang anak yang ingin diadopsi.
Kesiapan Mental
Namun, di antara semua itu yang terpenting adalah masalah komitmen. Memiliki anak bukan hanya pelengkap. Ia merupakan tujuan utama dari arti kasih sayang. Perubahan akan terjadi dalam keluarga. Kehadiran si kecil tidak hanya akan membawa suasana ceria, tapi juga konsekuensi lainnya.
Waktu kehamilan adalah proses alamiah untuk mempersiapkan momongan. Selama 9 bulan sang ibu sudah mempersiapkan diri untuk merawat anaknya. Waktu tunggu akan menempa mental untuk sebuah perubahan baru dalam hidup.
Sayangnya, proses adopsi tidak melalui hal ini. Apakah sang ibu sudah siap terbangun di tengah malam? Apakah sang ayah sudah siap mengorbankan waktu kerjanya demi tumbuh kembang anaknya?
Problema Kasih Sayang
Anak adopsi rentan dengan masalah psikologi. Sebagai orangtua yang mengadopsi, tentunya kasih sayang tidak akan terbuang. Komitmen sebelum mengadopsi sudah menyertainya.
Namun, sebagai manusia memarahi anak adalah manusiawi. Namun, jangan sesekali terlitas dalam pikiran untuk menyinggung status anak tersebut.
Tidak jarang kita mendengar ungkapan "dasar anak pungut" dari orangtua yang sedang marah kepada anak adopsinya. Hal itu akan membekas dan meninggalkan luka yang dalam.
Kalau pun kasih sayang tak berkurang dalam keluarga, pihak orangtua juga harus mempersiapkan mental untuk kelak menyampaikan mengenai statusnya kepada sang anak.
Sederet persiapan harus dilakukan, seperti di usia berapa? Siapa yang akan menyampaikan? Serta jawaban-jawaban yang akan dipersiapkan jika sang anak bertanya.
Ketika anak adopsi hanya sebagai pancingan, orangtua juga harus mempersiapkan dampak psikologis ketika ia mempunyai anak kandung. Apakah ia tetap memiliki kasih sayang yang sama? Bagaimana jika sang anak merasa tersisihkan? Tentu masukan seperti ini juga harus menjadi pertimbangan.
Jika Anda sudah siap, maka hal lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah meminta restu dari keluarga besar. Jangan sampai mereka kaget dengan kemunculan si adik imut.
Adopsi dengan Motif yang Baik
Adopsi tidak dilarang, apalagi dengan tujuan baik. Ingin sebagai pancingan juga tidak salah, sepanjang motif yang dilakukan adalah baik adanya. Yang terpenting adalah komitmen yang sudah dibina sejak awal dapat tetap dipertahankan. Jangan sampai sang anak merasa terpinggirkan dengan seluruh perubahan yang terjadi.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H