Berikut kisahnya;
Bermula ketika pasukan Jenghis Khan menginvasi Kekaisaran Khwaezmia, sebuah dinasti Islam Sunni yang menguasai daerah Asia tengah (1077-1231). Â
Di kota Bukhara, Syamsuddin Umar menyerah beserta ribuan pasukannya. Jenghis Khan lantas mengajak Syamsuddin Umar untuk bergabung bersama bala tentaranya.
Karirnya terus menanjak naik. Mulai dari pejabat biasa hingga dipercayai memimpin Provinsi Yunnan pada saat Kubilai Khan mendirikan Dinasti Yuan di Tiongkok.
Sebelumnya provinisi ini di bawah kekuasaan kerajaan Dali. Kubilai Khan juga memiliki alasan mengapa ia memilih Syamsuddin sebagai pemimpin di Yunnan, seperti yang diambil dari kutipannya;
"[..] dahulu Yunnan dipimpin oleh orang yang tidak tepat sehingga rakyatnya tidak makmur sentosa. Aku ingin memilih orang yang tulus (hou) untuk menjadi pemimpin di situ. Dan, dalam hal ini tiada orang lain yang lebih cakap darimu."
Perkataan Kubilai Khan ini terbukti benar.
Sejak dinobatkan sebagai gubernur Provinsi Yunnan pada tahun 1274, perekonomian dan pendidikan warga setempat berkembang pesat. Raja mengaguminya dan rakyat mencintainya.
Kendati berstatus sebagai "Sayid," Syamsuddin tidak sibuk berkoar-koar mengenai superioritas agamanya. Ia juga tidak menjalankan aksi untuk memaksa penduduknya memeluk agama Islam.
Apalagi sampai "mengkafir-kafirkan" pemeluk agama lain. Rakyat hidup damai dalam pluralisme yang mengagumkan. Toleransi tercipta atas kemampuan seorang pemimpin yang bijaksana.
Bukan hanya itu, Syamsuddin juga tidak lupa memenuhi kebutuhan spiritual rakyatnya. Ia membangun kelenteng Konghuchu yang lengkap dengan institusi Pendidikan untuk mengajarkan Konfusianisme.
Syamsuddin dicintai rakyatnya, dihormati kerajaan, dan kepergiannya diratapi. Untuk menghormatinya kerajaan mengeluarkan titah bahwa aturan yang dikeluarkan oleh Syamsuddin selama enam tahun masa pemerintahannya tidak boleh diubah.