"Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China."
Hal ini menarik. Mengapa yang disebut China? Bukan Mesir dan Yunani yang di masa Nabi Muhammad SAW termasuk negeri dengan peradaban maju?
Bisa saja hal ini adalah isyarat bahwa Islam akan mencapai China yang berada nun jauh dari jazirah Arab.Â
Bisa juga ini adalah petanda bahwa China akan menjadi negeri adidaya, jauh setelah baginda Nabi Muhammad SAW mengumandangkannya.
Tidak ada yang tahu pasti, tapi jejak para keturunan dan sahabat Nabi tercatat hingga ke China.
Setidaknya dari bukti dua makam sahabat Nabi di Quanzhou. Tertera wafatnya pada tahun 622. Meski namanya tak tertulis, diketahui bahwa makam tersebut telah direnovasi oleh Laksamana Cheng Ho.
Di Provinsi Ningxia, juga terdapat kampung Najiahu. Tempat ini merupakan destinasi wisata religi selama hampir seribu tahun lamanya.Â
Di tempat ini ada masjid berusia 500 tahun. Masjid Raya Najiahu ini menjadi pusat kegiatan umat Islam di wilayah setempat yang memiliki warga sekitar 5000 orang.
Di tempat ini lah jejak para keturunan Nabi berada. Adalah Syamsuddin Umar (Zhansiding Wumaer), seorang pemimpin bangsa Persia yang membawa ribuan prajurit besertanya dan mengabdi kepada Jenghis Khan.
Belakangan Syamsuddin kemudian dipercaya menjadi gubernur pertama Provinsi Yunan oleh Kubilai Khan, cucu Jenghis Khan.
Syamsuddin Umar adalah keturunan ke-30 Nabi Muhammad SAW. Garis silsilahnya berasal dari Husein, putra kedua dari pernikahan putri Rasulullah, Fatimah Az-Zahra dengan Ali bin Abi Thalib. Â
Berikut kisahnya;
Bermula ketika pasukan Jenghis Khan menginvasi Kekaisaran Khwaezmia, sebuah dinasti Islam Sunni yang menguasai daerah Asia tengah (1077-1231). Â
Di kota Bukhara, Syamsuddin Umar menyerah beserta ribuan pasukannya. Jenghis Khan lantas mengajak Syamsuddin Umar untuk bergabung bersama bala tentaranya.
Karirnya terus menanjak naik. Mulai dari pejabat biasa hingga dipercayai memimpin Provinsi Yunnan pada saat Kubilai Khan mendirikan Dinasti Yuan di Tiongkok.
Sebelumnya provinisi ini di bawah kekuasaan kerajaan Dali. Kubilai Khan juga memiliki alasan mengapa ia memilih Syamsuddin sebagai pemimpin di Yunnan, seperti yang diambil dari kutipannya;
"[..] dahulu Yunnan dipimpin oleh orang yang tidak tepat sehingga rakyatnya tidak makmur sentosa. Aku ingin memilih orang yang tulus (hou) untuk menjadi pemimpin di situ. Dan, dalam hal ini tiada orang lain yang lebih cakap darimu."
Perkataan Kubilai Khan ini terbukti benar.
Sejak dinobatkan sebagai gubernur Provinsi Yunnan pada tahun 1274, perekonomian dan pendidikan warga setempat berkembang pesat. Raja mengaguminya dan rakyat mencintainya.
Kendati berstatus sebagai "Sayid," Syamsuddin tidak sibuk berkoar-koar mengenai superioritas agamanya. Ia juga tidak menjalankan aksi untuk memaksa penduduknya memeluk agama Islam.
Apalagi sampai "mengkafir-kafirkan" pemeluk agama lain. Rakyat hidup damai dalam pluralisme yang mengagumkan. Toleransi tercipta atas kemampuan seorang pemimpin yang bijaksana.
Bukan hanya itu, Syamsuddin juga tidak lupa memenuhi kebutuhan spiritual rakyatnya. Ia membangun kelenteng Konghuchu yang lengkap dengan institusi Pendidikan untuk mengajarkan Konfusianisme.
Syamsuddin dicintai rakyatnya, dihormati kerajaan, dan kepergiannya diratapi. Untuk menghormatinya kerajaan mengeluarkan titah bahwa aturan yang dikeluarkan oleh Syamsuddin selama enam tahun masa pemerintahannya tidak boleh diubah.
Setelah beliau wafat pada usia 69 tahun, Nashruddin (Nasulading) anak sulungnya menggantikan posisinya. Era pemerintahan Nashruddin juga tidak kalah hebatnya.
Ia menggalakan penghematan anggaran, memangkas jabatan pemerintah yang dianggap tidak perlu, menggantikannya dengan posisi tenaga ahli di bidangnya masing-masing, dan menaikkan pendapatan daerahnya hingga berkali-kali lipat.
Akibat keberhasilannya, pada tahun 1291 raja mengutusnya menjadi gubernur di provinsi Shaanxi. Setahun kemudian pada 1292, Nashruddin wafat.
Ada dua versi tentang keturunannya. Versi pertama mengatakan dia meninggalkan 12 anak, tapi versi berbeda lagi hanya enam orang yang disebut namanya.
Mereka adalah; Boyan, Wumaer (Umar), Dafaer (Ja'far), Huxian (Husain), Shadi (Sa'adi), Arong, dan Boyanchaer.
Di Ningxia ini, para keturunan Nabi menjadi besar. Mereka bersatu dalam sebuah komunitas marga tionghoa muslim bergelar "Na." Tepatnya di kabupaten Yongning kecamatan Yanghe.
Di tempat baru ini daerah yang mereka tempati bernama Najiahu yang secara harafiah berarti Keluarga Nashruddin.Â
Penelitian lapangan Yang Zhanwu, guru besar Ningxia University, yang diterbitkan dalam buku dengan judul: "Kampung Hui di China," menyebutkan penduduk Najiahu pada 2011 berjumlah 4.723 orang.
Keunikan Najiahu inilah yang membuat pemerintah China sebagai tempat wisata religi bagi kaum Muslim. Pesan yang ingin disampaikan adalah:
"Persatuan yang harmonis antarsuku bangsa di China."
Mereka adalah muslim yang soleh. Memimpin rakyat yang tidak seiman. Mengabdi kepada raja yang bahkan mungkin belum mengenal agama Islam. Bukannya menjadi militan dengan memaksa berkeyakinan. Kedua pemimpin ini justru memberi contoh bagaimana seorang keturunan Nabi berperilaku.
Bijaksana dan Terhormat belum bisa mewakili ribuan kata Mulia lainnya. Â
Selamat Memperingati Isra Miraj Nabi Muhammad SAW 2021 bagi seluruh saudaraku umat muslim. Semoga kita senantiasa meneladani akhlak mulia sang Rasul. Semoga hikmah dan kebahagiaannya menyertai kita semua.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H