Gelombang Korea menyerang Indonesia. Mulai dari K-Pop hingga Drakor. Gaya hidup pun berubah. Wajah korea-korean enak dilihat. Fesyen ala korea menjadi tren. Tidak luput juga makanan khas korea.
Apakah gelombang korea sedimikian hebatnya sehingga bisa memengaruhi selera makanan seseorang? Saya tidak suka kimchi, hingga kini tidak mau coba lagi. Istri tersayang dulunya tidak juga suka gochujang, tapi sekarang tergila-gila. Apakah yang terjadi?
Indra Perasa Sebagai Mekanisme Pertahanan
Racun berbahaya bisa masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Ternyata lidah adalah mekanisme pertahanan diri. Itulah mengapa kita menolak rasa pahit. Racun pada umumnya pahit rasanya.
Pada saat yang sama rasa manis sangat digemari. Glukosa dibutuhkan oleh tubuh sebagai energi. Hal ini lah yang membuat lidah cenderung memilih apa yang baik atau tidak bagi tubuh. Penandanya adalah rasa yang bisa dideteksi.
Secara unik, setiap orang bisa mengembangkan sistem pertahanan tubuhnya masing-masing. Mereka yang tidak suka cabe mungkin memiliki perut yang tidak kuat. Bukan karena penakut.
Orangtua kita juga berperan dalam menentukan selera makan kita
Ada benar dan tidak benarnya. Jelasnya arwah kepiting tidak akan merasuki bayimu. Tapi, sang janin sudah mengenal bau kepiting yang menyengat sejak darinya. Saat ia besar, bau itu tidak asing lagi.
Namun, itu bukan penentu selera makanmu. Psikolog Elizabeth Phillips dari Arizona State University, AS mengatakan;
"Sampai umur dua tahun kita akan memakan apapun."
Persepsi terhadap selera makan akan berkembang setelahnya. Orangtua mungkin berpikir anaknya tidak doyan duren. Tapi, sebenarnya ia hanya tidak suka hal baru. Sang balita membutuhkan waktu untuk mengenali jenis rasa baru yang baru saja ia kenal.
Tidak heran, jika si Uping kemudian doyan doenjang, meskipun ia tidak suka kacang kedelai. Padahal sama saja.
Selera makanan juga sangat berhubungan dengan pengalaman
Tanpa kita sadari otak kita telah mengasosiasikan bentuk, warna, dan bau makanan terhadap pengalaman-pengalaman tertentu. Jadi jika mantanmu adalah orang Korea, dijamin Anda tidak berselera dengan makanan korea.
Semuanya terkait Gen
Timbullah palatabilitas atau derajat kesukaan makanan yang menyebabkan persepsi yang berbeda bagi setiap orang. Ini menjelaskan mengapa tidak semua orang menyukai atau membenci makanan yang sama.
Masalah budaya juga berpengaruh pada palatabilitas. Orang India menyukai bau kari yang tajam, tapi tidak bagi orang kaukasia pada umumnya.
Terkait Gender
Disebutkan bahwa makanan sehat identik dengan sifat feminin, sedangkan makanan tidak sehat dengan maskunilitas.
"Pesertanya memperingkat produk yang terasa lebih enak ketika kesehatan dan 'gender' disandingkan,"Â tulis Luke Zhu, salah satu anggota peneliti.
Dengan demikian, selera makanan juga berhubungan dengan stereotip gender.
Lantas mengapa makanan Korea begitu cepat mengubah selera soto dan nasi padang?
Takada yang tahu rasa asli makanan yang ditampilkan, tapi imajinasi memang menyesatkan. Tidak ada bedanya dengan fesyen, masyarakat Indonesia jadi ikut-ikutan mencarinya. Bak iklan tv, apalagi yang menyantapnya adalah tokoh utama.
Bahkan Soju (arak korea) pun dibuat versi halal.
Masih belum bisa menjawab mengapa selera makan bisa tergantikan dengan begitu mudahnya. Ikut-ikutan mungkin bisa menjadi alasan teratas. Tapi faktor genetika tetap terutama.
Menurut sains hal ini juga dimungkinkan. Caranya adalah dengan mengelabui otak. Jika anak kecil tidak suka obat, maka muncullah obat rasa buah.
Rasa jeruk jelas menipu. Obat tetap terasa. Sebuah penelitian di AS pada tahun 1980 mengatakan bahwa matalah yang menentukan. Jeruk identik dengan sesuatu yang enak dimakan. Muncullah produk turunan seperti permen, sirup, es krim, pudding yang semuanya berasa jeruk.
Kesimpulannya, selera makan sangat erat kaitannya dengan banyak hal, tapi pengalaman juga menentukan. Bukankah makanan di restoran akan terasa lebih nikmat daripada dibungkus pulang?
Dengan demikian, bagi Anda penikmat makanan Korea, sesungguhnya otak Anda telah dikelabui oleh korea-korean yang dikirim melalui santet yang dapat menyeberangi lautan.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H