Beberapa saat yang lalu...
Memasuki sebuah Kawasan elit di Kota Makassar, saya masih cuek dengan sebuah spanduk yang bertuliskan, "Anda memasuki kawasan parkir elektronik."
Hal pertama yang terlintas adalah di kawasan ini akan terpasang semacam 'parkir meteran' yang bisa diisi dengan koin. Namun, tidak ada tanda-tanda pemugaran yang terjadi di sepanjang kawasan itu.
"Ah, paling-paling uji coba yang tidak jadi lagi dibuat." Begitulah kata hati bergumam.
Namun, pada saat selesai berbelanja di sebuah supermarket, seorang anak muda dengan seragam yang tidak mirip tukang parkir, datang menghampiri.
"Lima ribu pak" ujarnya.
Lho, aku melengok kanan kiri. Tukang parkir yang kukenal terlihat duduk tidak jauh dari lokasi parkir mobilku. Lengkap dengan seragam kebesarannya.
Masih bingung, sang anak muda kemudian menyodorkan semacam mesin EDC kecil dan mencetak struk parkir. Tertera harga 5000 perak. "Oh, ini toh parkir elektronik, yaudah, bayar aja"
Setelah berbelanja seadanya di supermarket yang sama, aku kemudian mencoba mencari sang juru parkir milenial. Namun, batang hidungnya tidak kelihatan.
Saya pun naik ke mobil dengan harapan ia akan muncul, layaknya tukang parkir pada umumnya. Namun, bukannya sang milenial, tukang parkir "konvensional" yang muncul kembali.