Terkisahkanlah raja Lie Sie Bien dari kerajaan Tang. Ia adalah seorang raja yang adil bijaksana yang memeluk agama Buddha.
Pada awalnya ia sangat puas dengan kondisi perekonomian rakyatnya. Namun, semuanya berubah drastis ketika ia melakukan perjalanan ke luar kota. Kenyataan miris ia dapatkan dimana kehidupan rakyat pinggiran ternyata sangat jauh berbeda dengan kemakmuran rakyat kota. Penghasilan mereka hanya cukup untuk makan. Mereka tidak punya apa-apa, kecuali pepohonan bambu yang ada di halaman rumah. Â
Setelah pulang dari perjalanannya, sang raja menjadi sedih. Ia lantas memikirkan cara agar tidak terjadi ketimpangan ekonomi. Akhirnya, muncullah sebuah ide dari dirinya.
Sang raja berpura-pura mangkat. Ia berpesan agar tidak langsung dikuburkan untuk memberi kesempatan bagi keluarga kerajaan dan para petinggi istana untuk memberikan penghormatan terakhir.
Beberapa hari kemudian, sang raja "bangkit" dari kematiannya dan bercerita mengenai perjalanan dirinya menuju ke alam baka. Suatu pengalaman spiritual yang dialami semasa "kematiannya." Â
Raja berkisah bahwa ia telah bertemu dengan sanak saudara dan teman-temannya yang telah lama meninggal dunia. Walaupun mereka dulunya hidup senang dan mewah, tapi keadaan mereka sekarang sangat menderita. Kelaparan, kehausan, serta serba kekurangan.
Mahluk-mahluk menderita ini memohon kepada raja agar dapat menyampaikan kabar derita yang mereka alami kepada sanak keluarga yang masih hidup.
Satu-satunya cara untuk menolong para arwah menderita ini adalah dengan memberikan bantuan "uang" kepada mereka yang berada dalam penderitaan.Â
Uang tersebut terbuat dari bambu yang bisa dibeli dari penduduk di luar kota. Inilah cara yang digunakan raja untuk menghidupkan ekonomi dari para rakyat jelata yang hanya hidup dari berjualan bambu.
Makna Ritual Bakar Uang
Hingga kini ritual "bakar uang" masih menjadi tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa. Sebenarnya cukup aneh juga. Meskipun kisah ini berdasarkan tipu-tipuan sang raja, tapi masih tetap terjaga dengan utuh. Â