Selain itu, orang Tionghoa mengartikan angka genap sebagai "Yang" yang melambangkan dunia fana. Angka ganjil melambangkan "Yin" yang berhubungan dengan alam baka.
Prinsip ini juga berlaku bagi jumlah makanan yang tersedia di atas meja, khususnya menjelang perayaan imlek. Sebaliknya, makanan yang dipersembahkan di altar para leluhur, juga tidak boleh berjumlah genap.
Cara Menyantap Ikan yang Hoki
Ikan yang disajikan secara utuh mempunyai dua sisi yang harus dilahap habis. Namun, jangan sesekali membalik ikannya jika satu sisi sudah habis dinikmati. Gunakan alat makan untuk mencabut tulangnya, hingga bagian bawah tetap berada di sana. Â
Dalam tradisi Tionghoa, khususnya bagi warga yang tinggal di pesisir pantai, ikan itu disimbolkan sebagai perahu. Membalik ikan sama seperti perahu yang terbalik. Maknanya mengundang sial.
Namun, hal ini juga berlaku menjelang perayaan di malam sebelum tahun baru imlek. Ikan yang disajikan bukan saja tidak boleh dibalik, tetapi hanya boleh dimakan di sisi atasnya saja.
Sisi bawahnya harus disimpan untuk disantap keesokan harinya. Hal ini menandakan bahwa hoki itu adalah surplus pada tahun-tahun mendatang.
Cangkir Teh yang Tidak Boleh Kosong
Teh bagi masyarakat Tionghoa mengandung banyak filosofis. Salah satunya adalah tidak boleh kosong pada saat menjamu tamu. Cangkir teh yang kering dilambangkan sebagai musim paceklik yang kering. Tentu makna buruk ini harus dihindari.
Jika tamu ingin pulang, gelas teh pun tidak bisa dikosongkan. Biarlah itu menjadi urusan rumah tangga tuan rumah.
Selain itu, tamu yang dituangkan teh harus mengetuk jari telunjuk dan jari tengah di atas meja sebagai bentuk rasa syukur dan ucapan terima kasih. Konon kebiasaan ini berasal dari Dinasti Qing, dimana ketika kaisar Qian Long pergi ke kedai untuk menyamar.