Meskipun sudah cukup sering terdengar, tapi kasus narkoba kembali mengejutkan dunia selebritas tanah air. Kali ini giliran Ridho Rhoma yang ditangkap polisi.
Ini bukan kali pertama, pada Maret 2017 lalu, Ridho pernah ditangkap dengan kasus yang sama. Kala itu polisi menemukan barang bukti sabu sebesar 0,7 gram dan alat hisap. Oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Ridho dihukum 10 bulan rehabilitasi.
Anak pedangdut Rhoma Irama ini sempat menghirup udara bebas pada 25 Januari 2018, tapi ia harus kembali meringkuk di penjara, karena putusan kasasi MA memperberat hukumannya menjadi 18 bulan penjara. Ia akhirnya bebas pada tanggal 8 Januari 2020.
Hanya selang 13 bulan, kini Ridho harus kembali menghadapi tuntutan yang sama. Hingga berita ini diturunkan belum ada kemajuan berarti mengenai kasus ini.
Sebenarnya publik tidak perlu terlalu kaget. Sejatinya kasus narkoba di kalangan selebriti bukanlah hal yang jarang. Dilansir dari sumber kompas.com, terdapat 18 kasus selebriti terjerat kasus narkoba selama tahun 2020. Mulai dari kasus pertama kali seperti yang dialami oleh anak indigo Roy Kiyoshi, hingga kasus yang berulang seperti mantan penyanyi cilik Iyut Bing Slamet.
Mengapa banyak selebriti yang terjerat kasus narkoba?
Stress + Relief = Repetition
Jika dituruti sebagai sarana pelepas stres, hal ini tentu akan menimbulkan pengulangan hingga kecanduan yang susah untuk dilepaskan.
Tuntutan PekerjaanÂ
Tekanan ini tidak menyenangkan dan kadang sulit diatasi. Tidak jarang juga mereka harus dipaksa untuk menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri. Tak heran bila mereka membuat mereka lari kepada hal negatif, seperti kecanduan alkohol dan narkoba.
Selain itu, menurut dr. Andri SpKJ FAPM dari RS. Omni Alam Sutera, seorang selebriti dituntut untuk bekerja sepanjang waktu dengan jadwal yang padat. Agar tetap kelihatan ceria, tetap segar dan fokus, maka narkoba bisa saja menjadi pilihan.
Pengaruh Lingkungan
Kecanduan narkoba bisa berasal dari lingkungan yang tidak sehat. Tekanan sosial akan memberikan dampak yang kuat. Jika hati mereka tidak siap, maka mereka akan terjerumus di dalamnya.
Andaikan tertangkap, hukuman sosial pun akan terasa berkurang. Teman-teman sesama pencandu justru akan memperlihatkan empati yang besar, sehingga pada saat bebas, mereka akan kembali lagi kepada lingkar yang sama.
Standar Kemapanan
dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJÂ dari RS. Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, Jakarta mengatakan bahwa "standar kriteria tentang status kemapanan di kalangan artis pada akhirnya benar-benar menjerumuskan mereka menjadi korban barang haram tersebut."
Luka Batin Mendalam
Kritikan pedas, gosip panas, hingga hinaan keras tidak saja mencoreng nama, tapi juga menggoreng harga diri. Hal yang paling sering menjadi obyek berita kisah hidup seorang selebriti.
Terjebak Jaringan Narkoba
Mungkin kedengarannya konyol, tapi pada dasarnya jaringan pemasaran juga membutuhkan seseorang yang mampu menarik banyak pelanggan.
**
Dilansir dari idntimes.com, Indonesia termasuk salah satu negara darurat narkoba. United Nations Office on Drugs and Crime (UNDOC)Â bahkan menyatakan bahwa negara kita masuk dalam jajaran segitiga emas perdagangan narkoba, bersama dengan Jepang, Australia, Selandia Baru, dan Malaysia.
Tidak main-main, total bisnis narkoba yang beredar mencapai omzet 72 triliun per tahun. Bahkan ditenggarai Indonesia adalah sasaran empuk bagi 72 jaringan internasional pengedar narkoba.
Jumlah yang muncul di media ini hanya sebatas puncak gunung es. Sebagai contoh, dari tanggal 1 januari hingga 6 maret 2019, terdapat 75 kasus yang terungkap yang melibatkan 123 orang pengedar.
Jumlah barang sitaan yang dimusnahkan mencapai jumlah fantastis dengan perincian, 99,7 kilogram sabu, 9.990 butir ekstasi jenis baru, dan 118,34 kilogram daun khat yang berasal dari Ethiopia. Tapi, menurut BNN jumlah tersebut hanya berupa barang dari tersangka 4 bandar.
Kepala BNN, Heru Winarko mengatakan di 2020 jumlah pemakaian narkoba di Indonesia masih sebesar 3,6 juta orang. Meskipun demikian, jumlah ini turun drastis sekitar 700.000 orang. Â
Menurutnya, selain kegiatan peperangan terhadap bandar narkoba, keberhasilan pengurangan jumlah ini juga tak terlepas dari proses rehabilitasi. Mereka yang sembuh juga diajak untuk membantu penderita yang masih terpapar melalui kegiatan sebagai penggiat, konselor, dan pendamping.
Heru juga mengatakan bahwa kelompok yang rentan terhadap narkoba adalah usia produktif (15 hingga 59 tahun). Mirisnya, kalangan pelajar dan mahasiswa menyumbang 27% dari angka pengguna narkoba ini.
Walau demikian, ia mengharapkan agar new normal dapat menjadi momen besar untuk memberantas peredaran narkoba.
"Kreativitas anak muda sangat dibutuhkan, mereka bisa membuat konten-konten menarik di dunia maya untuk memerangi narkoba," ungkapnya.
**
Berita artis terjerat narkoba memang selalu hangat diviral. Namun, artis hanya segelintir manusia yang menjadi korban barang haram ini. Masih banyak kasus narkoba di Indonesia yang lebih memprihatinkan daripada apa yang dipublikasikan.
Tidak perlu menjadi selebriti untuk menjadi korban narkoba. Enam alasan penyebab, pada dasarnya juga bisa terjadi pada kita. Apa pun itu, bukan alasan bagi untuk bergelut dengan barang haram ini.Â
Kehilangan harta masih terlampau bagus kedengarannya. Harga diri yang terpuruk mungkin masih bisa dalam perbaikan, nyawa yang melayang mungkin sanggup dimaafkan.
Tapi, kenyataan bahwa narkoba adalah penghancur bangsa, sama sekali tidak bisa diabaikan.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H