Siapa yang tidak tahu kisah "Alice in Wonderland?" Minimal jika belum pernah membaca atau menontonnya, pasti sudah pernah mendengarkannya.
Kisah yang berjudul asli "Alice's Adventure in Wonderland" ini adalah buku dongeng pengantar tidur anak. Penulisnya adalah Lewis Carrol dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1865.
Kisah dongeng ini masuk dalam daftar karya sastra Inggris klasik dan merupakan salah satu karya yang telah banyak dikenal di dunia yang hingga kini buku ini masih saja dicetak.
Kekuatan dari karya sastra ini terletak pada perumpamaan-perumpamaan tersembunyi yang dihadirkan melalui tokoh dan kejadian dalam kisah. Pintu rahasia, kue ajaib, kucing yang menyeringai, kura-kura yang bernyanyi. Semuanya mampu merangsang imajinasi anak terhadap dunia fantasi.Â
Namun, mana disangka jika selama beberapa dekade terakhir, banyak kritikus dan pengamat yang mulai membuka tabir kelam pada kisah anak ini. Ditenggarai perumpamaan tersembunyi menyimpan hal yang jauh lebih ruwet dari pikiran anak kecil.
Tuduhan yang dilayangkan adalah adanya serangkaian cerita alternatif yang menuju kepada seks, narkoba, penjajahan, bahkan sindrom penyakit-penyakit mental.
Hubungan Tidak Wajar Lewis Carrol dan Alice Liddell
Semuanya berawal dari perjalanan di Sungai Thames, London. Ketika itu sang pengarang yang bernama asli Charles Dodgson mengisahkan sebuah dongeng kepada seorang anak perempuan yang bernama Alice Liddell dan saudara perempuannya.
Akan tetapi, hubungan tidak sesederhana yang dikisahkan. Menurut pemikiran modern, ada sesuatu yang tidak beres antara Alice dan Dodgson. Walaupun tidak ada sejarah yang mencatat ada yang tercela di antara hubungan tersebut.
Sulit untuk tidak mempertanyakan seorang pria berumur yang sangat gembira ketika teman-teman kecilnya duduk di pangkuannya untuk foto bersama, bahkan dengan pakaian yang tidak lengkap untuk ukuran zaman victoria.
Kisah Seks Terselubung
Para kritikus mengungkapkan banyaknya ilustrasi terkait ginekologi. Lubang dan anak kunci ditafsirkan sebagai hubungan seks, dan sang ulat digambarkan sebagai penis.
Lebih parah lagi, karakter Alice digambarkan sebagai seseorang yang cemburu kepada kaum pria karena memiliki penis. Dalam dunia psikologi, kondisi kejiwaan ini dikenal dengan istilah "penis-envy."
Propaganda Narkoba Terselubung
Salah satu penulis favorit Dodgson adalah Thomas De Quincey. Ia adalah seorang anggota "Confessions of an English Opium Eater," alias komunitas yang mempropagandakan konsumsi opium (sejenis narkoba).
Memang tidak ada bukti jika Dodgson pernah bermain-main dengan narkoba, tapi bukan namanya kritikus jika tidak melihat kejanggalan.
Kisah Alice dilanjutkan dengan keberadaan seekor ulat yang sedang menghisap hookah (hisapan uap tembakau) sambil duduk di atas jamur. Mungkin tidak ada hubungannya dengan opium, tapi para pencinta narkoba terlanjur menafsirkannya dengan keadaan teler berat.
"Remember what the Dormouse said / Feed your head, feed your head."
"Ingatlah apa yang sang tikus katakana / Suaplah kepalamu."
Lagu yang sangat terkenal di era 1960an ini oleh banyak pihak digambarkan sebagai pesan terselubung kampanye Narkoba di Amerika Serikat saat itu.
Image sebagai kisah dongeng yang mempromosikan narkoba juga ditegaskan pada film Matrix (1999). Salah satu kalimat pada potongan film ini berisikan,
"Kalau kamu menelan pil biru, usailah kisahnya, kamu terbangun di ranjang dan mempercayai apapun yang kamu ingin percaya."
"Kalau kamu menelan pil merah, kamu tetap berada di Wonderland, dan saya akan menunjukkan kepadamu betapa dalamnya lubang sarang kelinci itu."
Unsur Politik Praktis
Pandangan Dodgson terhadap Ratu Victoria tidak terlalu jelas, meskipun sang Ratu menyenangi bukunya. Banyak pengamat yang menghubungkan kisah pada "Alice in Wonderland" ini sebagai bentuk pandangan politik Dodgson sendiri.
Sistem hukum yang kacau balau pada zaman Ratu Victoria dilambangkan dengan suasana aneh tempat Alice terdampar. Dalam kisah juga disebutkan bagaimana Alice mendulang bencananya sendiri ketika mencoba memaksakan nila-nilainya sendiri kepada kaum pribumi. Menurut pengamat, hal ini dikiaskan sebagai protes Dodgsong terhadap proses kolonialisme di zaman Victoria.
Latar belakang Dodgson membuat dirinya adalah seorang yang logis. Namun, Wonderland adalah dunia yang penuh dengan hal-hal yang tidak logis. Dan mungkin pesan terpenting Dodgson bagi generasi mendatang adalah;
Dunia adalah tempat yang edan, dan semua harapan hanya akan membawa frustasi. Dengan begitu banyaknya teori, pada akhirnya kita akan bingung seperti Alice.
Namun, menurut penulis, Dodgson hanyalah seorang visioner pencinta anak kecil. Ia sama sekali tidak bermaksud untuk menyelundupkan kampanye negatif ke dalam otak anak kecil.
Adalah para pengamat ambisius dan kritikus yang telah berubah menjadi politikus dengan mengungkapkan semua teori misterius ini. Sebagaimana ungkapan Dodgson dalam kutipannya;
"If everybody minded their own business, the world would go around a great deal faster than it does."
"Jika semua orang mengurusi urusannya masing-masing, dunia akan menjadi hebat lebih cepat daripada sekarang."
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H