Bukan hanya cara hidup, cara bekerja, pola pikir, kebiasaan, tapi juga perkembangan otak.
Namanya adalah digital amnesia atau distorsi terhadap ingatan tentang hal atau peristiwa sederhana dalam hidup. Fenomena ini banyak ditemui pada banyak orang, khususnya kaum melek teknologi.
Digital amnesia terjadi ketika kita mulai memercayakan memori informasi kita pada gawai. Alasannya karena kemudahan. Setiap saat seluruh informasi yang diinginkan dapat diakses dengan cara menekan beberapa tombol saja.
Mungkin Eyang di surga akan terkagum-kagum melihatnya, tetapi jika kita terus menerus melakukannya, maka perkembangan otak dan kemampuan berpikir kita akan terpengaruh.
Adalah Kaspersky Lab yang beroperasi di 200 negara dan telah mensurvei lebih dari 1000 responden berusia 16 tahun ke atas.
Dari hasil survey, ia menemukan sebanyak 91% partisipan mengaku menggunakan internet dan perangkat digital sebagai "perpanjangan otak."
Ketika dibedah lebih jauh lagi, 44% mengatakan mereka menyimpan semua yang perlu diingat pada ponsel pintarnya.
Selanjutnya, 48% mengaku sedih jika kehilangan data pada ponselnya, sementara 35% nya lagi mengaku panik.
Data ini kemudian dibedah lagi untuk melihat seberapa besar ketergantungan data dari ponsel pintar milik mereka. Hasilnya;
- 33,1% yang disurvei mengaku tidak mengingat nomor telpon rumahnya,
- 44,2% tidak lagi mengingat nomor telpon saudaranya,
- 51,4% tidak hapal dengan nomor teman, dan
- 69,7% bahkan tidak mengingat nomor pasangan mereka.
Seiring dengan hasil survei Kaspersky Lab, sebuah penelitian dari Harvard dan University of Columbia juga menunjukkan hal seirama;
"Kemudahan mengakses internet telah membuat kemampuan mengingat anak-anak muda di Amerika berubah."