Apakah aku menulis diari? Tidak!
Meski belum mengenal Engkong Felix, tapi aku tidak pernah mau membongkar rahasiaku pada buku diari yang mungkin akan hilang dibaca orang sekampung.
Apakah aku berkeinginan menulis diari? Iya!
Meski aku belum mengenal Daeng Khrisna, tapi sisi melankolisku juga butuh belaian. Aku berharap agar ungkapan hatiku bisa dibaca oleh si Yayang yang sering mengerang dalam bayangan.
Takada yang bisa kuperbuat. Emosi di hati hanya menunggu waktu kapan meledak.
Mengapa aku harus terlahir untuk bertemu dengannya. Mengapa aku harus mendapatkannya teronggok di emperan jalan. Mengapa aku harus mengangkatnya terkulai dari sudut berdebu.
Aku teringat saat kebersihkan sekujur tubuhnya dengan kain baru wangi. Wajahnya yang licin kubelai lembut penuh perasaan. Sejenak agar ia melupakan tangan-tangan kasar yang menjamahnya setiap hari tanpa perasaan.
Dear Diari,
Ia selalu tersenyum, walau diriku tak tahu apa yang sedang ia rasakan. Ia tak pernah membantah, meski aku lempar tubuhnya kasar. Ia tak pernah memberontak saat kupeluk dirinya penuh nafsu bergejolak.
Ia selalu ada di sampingku, suka atau tidak suka. Aku memiliki dirinya, namun bukan jiwanya.