Membandingkan manusia dengan hewan itu memag problematik. Di satu sisi, fabel yang sudah sering kita dengarkan mengajarkan bagaimana moral manusia dapat diterjemahkan lebih mudah ke dalam otak anak kecil yang masih polos. Â
Penggunaan binatang di dalam fabel dikisahkan sebagai pengganti manusia yang bisa berpikir, bersikap, dan berkomunikasi. Tujuannya agar anak-anak dapat lebih mudah mengembangkan imajinasinya, sehingga pesan moral yang terkandung di dalamnya juga dapat dengan mudah diserap.
Namun di sisi lain, pesan moral melalui ketokohan para hewan kemudian sering  dijadikan sebagai ungkapan ekspresi kebencian kepada sesama manusia.
Mengapa manusia mudah terpancing emosinya jika dibandingkan dengan binatang pada sebuah makian? Ada dua hal yang menjadi dasar di sini.
Yang pertama karena beberapa jenis hewan tersebut adalah musuh manusia. Ular, lintah, tikus, lalat, dan lain sebagainya tidak dikenal sebagai hewan yang menjijikkan. Mereka dibenci oleh kaum manusia. Oleh sebab itu metafora binatang ini terasa paling pas untuk mengekspresikan kebencian.
Yang kedua adalah untuk merendahkan martabat. Meskipun anjing dikenal sebagai sahabat setia manusia, namun tetap ia adalah seekor binatang yang memiliki peringkat yang lebih rendah. Memanggil seseorang dengan kera, babi, atau kuda, jelas yang dimaksud adalah untuk merendahkan derajatnya.
Konsep Kebinatangan
Manusia adalah mahluk yang berakhlak, beradab, dan bermoral; sementara hewan tidak.
Kalimat di atas sebenarnya cukup bagus untuk mengingatkan diri kita agar senantiasa berbudi pekerti luhur dalam keseharian. Sayangnya, konsep hirearki ini justru seringkali membutakan hati dengan menyatakan bahwa spesies manusia memiliki kuasa penuh atas kehidupan.
Sebenarnya tidak semua hewan berkonotasi negatif. Namun, jika sudah berubah menjadi sebuah metafora, maka konsepnya keburukannya akan menjadi lebih menonjol.Â
Tanpa disadari, seseorang yang dikonotasikan sebagai seekor hewan dalam maksud apapun tetap menimbulkan konsep ketidaksamaan derajat. Keberadaannya lebih rendah.
Hati-hati dalam menggunakan metafora ini kepada sesama manusia. Meskipun kamu tidak bermaksud untuk menghinanya, tetapi ingatlah bahwa metafora ini sudah bertanggung jawab untuk kematian jutaan jiwa dalam ujaran-ujaran kebencian yang beredar sepanjang sejarah manusia.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!