Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Kabar Baik dan Buruk, Ingin Dengar Kabar Busuk Dulu?

30 Desember 2020   13:06 Diperbarui: 30 Desember 2020   13:18 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ada kabar buruk dan baik, yang mana kamu ingin dengarkan dulu?"

Pertanyaan ini, atau lebih tepatnya pernyataan ini pasti memiliki implikasi yang lebih serius dibandingkan dengan penyampaian kabar tanpa basa-basi. Strategi ini sering digunakan untuk mendapatkan perhatian dari sang penerima kabar.

Isinya hanya dua kemungkinan. Bisa betul-betul menggembirakan atau sebaliknya, betul-betul buruk. Lantas jika Anda dihadapkan dengan pertanyaan seperti ini, yang manakah yang engkau pilih?

Ternyata jawabannya adalah berita buruk dulu. Hal ini dibuktikan dalam sebuah penelitian yang dibuat oleh Angela Legg dan Kate Sweeny yang dilansir pada Buletin "Personality and Social Psychology." (liputan6.com)

Sebanyak 78% partisipan ingin mendengarkan berita buruk lebih dulu, karena mereka lebih nyaman mendengarkan sesuatu yang buruk akan diakhiri dengan kabar baik.

Hal ini sangat manusiawi. Bahkan dalam membaca sebuah cerita fiksi atau menonton film, audiens cenderung lebih menyenangi alur cerita yang diakhiri dengan "happy ending."

Namun, kenyataan berbeda datang dari pembawa berita. Masih dari penelitian yang sama, kelompok pembawa berita terbagi dalam dua kubu yang hampir sama kuat.

Pada awalnya sebanyak 68% pembawa berita memilih untuk menyampaikan kabar baik terlebih dahulu. Namun, setelah mereka diminta untuk berempati kepada sang penerima kabar, maka rasio ini menurun ke angka 54%.

Perbedaannya berasal dari tujuan. Pembawa kabar yang ingin berfokus kepada perasaan penerima berita akan mengutamakan kabar buruk dulu. Sementara yang berfokus kepada perasaan mereka sendiri, akan memilih untuk menyampaikan kabar baik terlebih dahulu.

Ternyata pernyataan ini mengandung efek psikologis yang jauh lebih besar daripada hanya sekedar penyampaian berita.

Semakin dekat hubungan antara penerima dan pembawa berita, semakin besar penyampaian kabar buruk terlebih dahulu. Hal ini karena pada umumnya mereka tidak mau saling menyakiti.

Situasi akan berbeda jika berita ini disampaikan untuk sebuah tujuan motivasi. Penerima kabar yang mendengarkan kabar buruk terlebih dahulu cenderung memiliki rasa kekhwatiran yang lebih rendah. Namun, sayangnya mereka menjadi lebih kurang peduli terhadap situasi buruk yang harus dihadapi.

Sebaliknya, mereka yang menerima kabar baik terlebih dahulu akan berakhir khwatir. Akan tetapi, di sisi lainnya mereka menjadi lebih termotivasi untuk melakukan perbaikan. Kegelisahan mendorong mereka untuk mengubah perilaku. 

Terlepas dari teori ini, pada dasarnya setiap orang akan menghindari kabar buruk dan menyenangi kabar baik. Jika dianalogikan, teh manis akan terasa lebih enak daripada pil pahit. Namun, dalam kenyataannya kehidupan selalu memaksa Anda untuk menelan kedua-duanya.

Anak kecil yang polos tidak akan memilih pil pahit, meskipun dijanjikan dengan segudang es krim rasa warna-warni. Sikap anak kecil ini melambangkan insting dasar kita.

Sebagaimana kita menghadapi anak kecil untuk memaksanya menelan pil pahit, maka bukanlah pilihan yang harus diberikan. Tujuan penyampaian berita sangat bergantung kepada proses keseluruhan. Teknik penyampaian yang baik akan menghasilkan masukan yang baik, seberapa buruk pun kabar yang diterima.

Waktu yang Tepat

Pada umumnya semua orang setuju untuk menyampaikan kabar buruk di saat ia sedang tenang. Namun demikian, hal ini juga memiliki implikasi negatif. Bayangkan jika diri anda merasa semuanya baik-baik saja dan mendapatkan kabar mengejutkan.

Secara alamiah, seorang akan tahan dengan cuaca dingin jika ia sudah terbiasa dengannya. Kadang menyampaikan berita buruk bisa dilakukan pada saat seseorang sudah merasa terpuruk. Memang kelihatannya menyakitkan, tetapi percayalah, ia akan lebih kuat.

Sertakan dengan Fakta Berlogika

Sakit hati adalah masalah perasaan yang susah dikendalikan. Lain halnya jika kita menghadapi sesuatu dengan nalar berlogika. Sebelum menyampaikan kabar buruk, ada bagusnya membangkitkan kemampuan berpikirnya.

Ajaklah ia untuk berdiskusi seolah-olah masalah tersebut adalah milik orang lain. Kalaupun ia sadar bahwa dirinyalah yang mengalami, paling tidak ia tahu kalau dirinya tak sendiri.

Jangan Pernah Meninggalkan Dirinya

Biasanya seseorang yang menerima kabar buruk akan merasa sepi sendiri. Jadilah teman yang mendampinginya. Bukan hanya berada di sana hingga ia tenang, tetapi ceritakanlah pengalaman dirimu atau seseorang yang kamu tahu yang mungkin mengalami hal yang sama.

Jangan lupa menunjukkan sikap empati. Jadikanlah dirimu sebagai bagian dari dirinya. Jika ia menangis, maka berilah waktu baginya untuk sendiri. Pelayanan kecil seperti memberikan minum atau kertas tisu akan sangat membantu.

Memberikan Solusi

Anda bukan malaikat pencabut nyawa yang tidak punya hati. Sebelum Anda menyampaikan berita, persiapkanlah solusi yang paling umum dan sederhana. Ingatlah bahwa di saat seseorang sedang sedih semua hal bisa menjadi kabar baik baginya.

Pikirkan juga mengenai kemungkinan-kemungkinan pertanyaan yang akan ia ajukan. Sediakan jawaban yang sejuk dan menyenangkan. Jangan pernah menjawab "tidak tahu," kecuali Anda benar-benar tidak tahu. Di sisi lain, jangan juga memberikan harapan kosong, karena itu akan sangat membahayakan jika kamu tidak mampu memenuhinya.

Jangan Menasehati

Seseorang yang sedang sedih akan merasa sangat terpukul. Biasanya pikiran pertama yang muncul adalah menyalahkan diri sendiri, kemudian mencari teman lain untuk disalahkan.

Sering kali seseorang akan terjebak dengan memberikan nasehat. Ingat, itu sangat tidak bijak. Memberikan nasehat bagi yang sedang bersedih sama seperti memberikan afirmasi bahwa dirinya bersalah. Akibatnya kamu akan turut disalahkan untuk kejadian tersebut.

Bagaimana jika Kabar Buruk tersebut berhubungan dengan Diri Anda?

Yang pertama adalah sampaikan secara langsung. Jangan lewat teks, telpon, surat elektronik atau melalui orang lain. Cara seperti ini membantu kamu untuk menyelesaikan masalah langsung dengannya. Hindari kesalahpahaman atau konflik yang lebih besar melalui penyampaian langsung.

Cara kedua adalah jalan yang terampuh. Minta maaf dan berani menerima kesalahan secara terbuka. Jangan pernah marah, emosi, apalagi mencaci maki. Walaupun kabar buruk tersebut menyakitkan, namun jika dihadapi bersama semuanya akan menjadi sedikit lebih baik.

**

Inilah 6 cara untuk menyampaikan kabar buruk kepada seseorang. Menurut penulis, teknik menanyakan "Ada kabar buruk dan baik, yang mana kamu ingin dengarkan dulu?" sudah seharusnya tidak digunakan. Karena itu akan terdengar seperti

"Ada kabar buruk dan busuk, yang mana kamu ingin dengarkan dulu?"

Semoga Bermanfaat!

Referensi: 1 2 3 4 5

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun