Semakin dekat hubungan antara penerima dan pembawa berita, semakin besar penyampaian kabar buruk terlebih dahulu. Hal ini karena pada umumnya mereka tidak mau saling menyakiti.
Situasi akan berbeda jika berita ini disampaikan untuk sebuah tujuan motivasi. Penerima kabar yang mendengarkan kabar buruk terlebih dahulu cenderung memiliki rasa kekhwatiran yang lebih rendah. Namun, sayangnya mereka menjadi lebih kurang peduli terhadap situasi buruk yang harus dihadapi.
Sebaliknya, mereka yang menerima kabar baik terlebih dahulu akan berakhir khwatir. Akan tetapi, di sisi lainnya mereka menjadi lebih termotivasi untuk melakukan perbaikan. Kegelisahan mendorong mereka untuk mengubah perilaku.Â
Terlepas dari teori ini, pada dasarnya setiap orang akan menghindari kabar buruk dan menyenangi kabar baik. Jika dianalogikan, teh manis akan terasa lebih enak daripada pil pahit. Namun, dalam kenyataannya kehidupan selalu memaksa Anda untuk menelan kedua-duanya.
Anak kecil yang polos tidak akan memilih pil pahit, meskipun dijanjikan dengan segudang es krim rasa warna-warni. Sikap anak kecil ini melambangkan insting dasar kita.
Sebagaimana kita menghadapi anak kecil untuk memaksanya menelan pil pahit, maka bukanlah pilihan yang harus diberikan. Tujuan penyampaian berita sangat bergantung kepada proses keseluruhan. Teknik penyampaian yang baik akan menghasilkan masukan yang baik, seberapa buruk pun kabar yang diterima.
Waktu yang Tepat
Pada umumnya semua orang setuju untuk menyampaikan kabar buruk di saat ia sedang tenang. Namun demikian, hal ini juga memiliki implikasi negatif. Bayangkan jika diri anda merasa semuanya baik-baik saja dan mendapatkan kabar mengejutkan.
Secara alamiah, seorang akan tahan dengan cuaca dingin jika ia sudah terbiasa dengannya. Kadang menyampaikan berita buruk bisa dilakukan pada saat seseorang sudah merasa terpuruk. Memang kelihatannya menyakitkan, tetapi percayalah, ia akan lebih kuat.
Sertakan dengan Fakta Berlogika
Sakit hati adalah masalah perasaan yang susah dikendalikan. Lain halnya jika kita menghadapi sesuatu dengan nalar berlogika. Sebelum menyampaikan kabar buruk, ada bagusnya membangkitkan kemampuan berpikirnya.
Ajaklah ia untuk berdiskusi seolah-olah masalah tersebut adalah milik orang lain. Kalaupun ia sadar bahwa dirinyalah yang mengalami, paling tidak ia tahu kalau dirinya tak sendiri.
Jangan Pernah Meninggalkan Dirinya
Biasanya seseorang yang menerima kabar buruk akan merasa sepi sendiri. Jadilah teman yang mendampinginya. Bukan hanya berada di sana hingga ia tenang, tetapi ceritakanlah pengalaman dirimu atau seseorang yang kamu tahu yang mungkin mengalami hal yang sama.