Jadi, teorinya adalah jika segala sesuatu berjalan tidak lancar, maka perubahan nama mandarin diperlukan dengan memasukkan elemen-elemen baru pada nama untuk mencapai keseimbangan agar nasib baik menghampiri.
**
Mungkin ada yang nyinyir, apakah ini efektif? Ilmu metafisika bisa saja menjadi sebuah pemahaman yang dahsyat, jika ditilik dari sisi esensi filsafat, bukan hasil akhirnya.
Bagaimana pun juga, tradisi pergantian nama pada masyarakat Tionghoa sudah menjadi sebuah hal yang cukup umum terjadi.
Dikutip dari bbc.com, pada bulan September 2020, Hong Kong mencatat tingkat pengangguran tertinggi selama hampir 16 tahun. Dampak pandemi plus situasi politik yang tidak stabil ditenggarai sebagai penyebab utamanya.
Menurut data biro kependudukan pemerintah, selama lima tahun terakhir jumlah aplikasi untuk pergantian nama selalu meningkat. Di tahun 2019, terdapat 1600 aplikasi. Sementara sembilan bulan pertama di tahun 2020, sudah mencapai 1252, alias peningkatan sebesar 5%. Apakah hal ini berhubungan dengan nasib sial para warga Hong Kong selama masa pandemi? Tidak ada laporan resmi.
**
Masih dari bbc.com, seorang warga Hong Kong bernama Mandy Pang. Pada bulan April 2020, ia dipanggil oleh bosnya melalui rapat Zoom. Warga berusia 29 tahun itu dipecat akibat kemerosotan ekonomi di Hong Kong.
Marah dan sakit hati melanda dirinya. Mandy kemudian memutuskan untuk mengganti namanya. Pada saat itu, ia masih dalam kesulitan mendapatkan pekerjaan. Atas saran ibunya, mengubah nama resmi diharapkan bisa membuang 'nasib sial' yang menyandera dirinya. Â
Mandy berkata, "Kata teman ibu saya, nama baru dapat membantu saya menangkis 'orang-orang usil' yaitu mereka yang memiliki pengaruh negatif dalam hidupnya."
Bagi Mandy, makna di balik pergantian nama sangatlah penting. Legenda yang diturunkan dari para nenek moyang adalah setiap orang memiliki tanggal lahir yang dijadikan sebagai nomor stanbuk selama mereka berada di dunia ini.